Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2024/PN Rtg | MIKAEL ANE Alias MIKAEL Alias ANE | 1.BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH JAWA BALI NUSA TENGGARA 2.KEPOLISIAN RESOR MANGGARAI TIMUR 3.KEPALA KEJAKSAAN NEGERI MANGGARAI 4.MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA |
Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Senin, 22 Jul. 2024 | |||||||||||||||
Klasifikasi Perkara | Ganti kerugian dan rehabilitasi | |||||||||||||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2024/PN Rtg | |||||||||||||||
Tanggal Surat | Senin, 22 Jul. 2024 | |||||||||||||||
Nomor Surat | - | |||||||||||||||
Pemohon |
|
|||||||||||||||
Termohon |
|
|||||||||||||||
Kuasa Hukum Termohon |
|
|||||||||||||||
Petitum Permohonan | PERMOHONAN PRAPERADILAN
ATAS NAMA PEMOHON:
MIKAEL ANE alias MIKAEL alias ANE
Terhadap
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA CQ. DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN CQ BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH JAWA BALI NUSA TENGGARA, beralamat di Jalan Bandara Juanda Surabaya 61253 Surabaya jawa Timur, selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------ “TERMOHON I”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR CQ KEPALA KEPOLISIAN RESOR MANGGARAI TIMUR beralamat di Jl.Ki Hajar Dewantara No.1 Borong, Kab.Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur 86811, selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------- “TERMOHON II”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA CQ. KEJAKSAAN TINGGI NUSA TENGGARA TIMUR CQ KEPALA KEJAKSAAN NEGERI MANGGARAI, beralamat di Jl. Adhyaksa No.1,Ruteng, Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur 86516, selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------------------------------“TERMOHON III”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Ir. H.Juanda 1,Pasar Baru Kecamatan Sawah Besar Kota Jakarta Pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710, selanjutnya disebut sebagai --- -------------------------------------------------------------------------“TURUT TERMOHON ”
Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Region Bali Nusa Tenggara DI PENGADILAN NEGERI RUTENG PERHIMPUNAN PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (PPMAN) REGION BALI NUSA TENGGARA Jl. Delima RT 005/RW 002 Kel.Bakunase, Kec. Kota Raja, Kota Kupang, NTT
Ruteng, 1 Juli 2024
Kepada Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI RUTENG Jl. Komodo No.30, Ruteng Manggarai – NTT
HAL : PERMOHONAN GANTI KERUGIAN
Dengan Hormat, Salam Nusantara,Salam Keadilan
Kami yang bertandatangan dibawah ini: Syamsul Alam Agus, S.H., Ermelina Singereta, S.H., M.H., Judianto Simanjuntak, S.H., Marthen Salu, S.H., Gregorius B.Djako, S.H.,C.L.A., Anton Yohanis Bala S.H., Jimmy Z Ginting, S.H., Maximilianus Herson Loi, S.H., Surti Handayani, S.H., Marselinus Suliman, S.H.,
Semuanya Advokat/Pengacara Publik yang tergabung dalam PERHIMPUNAN PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (PPMAN) Region Bali Nusa Tenggara yang berkedudukan di Jl. Delima RT 005/RW 002 Kel.Bakunase, Kec. Kota Raja, Kota Kupang, NTT, dalam hal ini bertindak sebagai Kuasa Hukum Mikael Ane dalam perkara No. 34/Pid. B/LH/2023/Pn.Rtg jo No. 139/PID/2023/PT KPG jo Perkara Pidana No.2639 K/Pid.Sus/2024 berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal, tertanggal 16 Mei 2024 (surat kuasa khusu terlampir),
Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------ “PEMOHON”
PEMOHON dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan Ganti Kerugian terhadap :
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA CQ. DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN CQ BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH JAWA BALI NUSA TENGGARA, beralamat di Jalan Bandara Juanda Surabaya 61253 Surabaya jawa Timur, selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------ “TERMOHON I”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR CQ KEPALA KEPOLISIAN RESOR MANGGARAI TIMUR beralamat di Jl.Ki Hajar Dewantara No.1 Borong, Kab.Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur 86811, selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------- “TERMOHON II”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA CQ. KEJAKSAAN TINGGI NUSA TENGGARA TIMUR CQ KEPALA KEJAKSAAN NEGERI MANGGARAI, beralamat di Jl. Adhyaksa No.1,Ruteng, Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur 86516, selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------------------------------“TERMOHON III”
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Ir. H.Juanda 1,Pasar Baru Kecamatan Sawah Besar Kota Jakarta Pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710, selanjutnya disebut sebagai --- ---------------------------------------------------------------------------“TURUT TERMOHON”
Terkait dengan Ganti Kerugian secara materiil maupun imateriil, pemulihan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, rehabilitasi dan restitusi sehubungan dengan telah terbitnya Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia atas nama PEMOHON berdasarkan Putusan No.2639 K/Pid.Sus/2024, tertanggal 6 Mei 2024 yang pada pokoknya dalam putusan menyatakan :
Amar Putusan Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Manggarai tersebut;
MENGADILI SENDIRI
Menyatakan Terdakwa Mikael Ane alias Mikael alias Ane terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana; -1 (satu) unit rumah permanen dengan ukuran 6m x 6 m; -1 (satu) unit rumah semi permanen dengan ukuran 3m x 4,5 m; -1 (satu) unit rumah semi permanen dengan ukuran 3m x 5,5 m; Dikembalikan kepada Terdakwa Membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada Negara;
PENDAHULUAN
“geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan)”
Miris, kata yang tepat untuk menggambarkan nasib PEMOHON Mikael Ane, seorang tokoh masyarakat adat (Tu‘a Teno) dari komunitas Masyarakat Adat Ngkiong yang sehari – hari bekerja sebagai petani harus menerima berada di balik jeruji besi tanpa mengetahui perbuatan apa yang telah di lakukannya. Dirinya disalahkan hanya karena membangun rumah di wilayah adatnya yang diakui oleh Negara Republik Indonesia melalui Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan sudah ditempati secara turun temurun sebagai tanah warisan leluhurnya, sejak ratusan tahun yang lalu. Tanah dimaksud telah di kelolah oleh komunitas masyarakat adat yang memiliki struktur, Kelembagaan Adat, ritus dan situs adat serta hukum adat yang masih ada dan hidup hingga kini.
Namun, PEMOHON juga harus mendekam di balik dinginnya penjara di kota Ruteng, atas dakwaan Jaksa Penutut Umum kalau ”Tu‘a Teno“ ini melakukan perbuatan tindak pidana dibidang lingkungan hidup dan kehutanan yaitu melanggar Pasal 78 ayat 2 jo Pasal 50 ayat 3 huruf a UU RI No.41 tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraf 4 Kehutanan angka 19 Pasal 78 ayat 3 jo angka 17 Pasal 50 ayat 2 huruf a Peraturan pemerintah pengganti undang – undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 33 ayat 3 UU RI No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena telah mendirikan dan menempati rumah didalam wilayah adatnya yang kemudian di klaim oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai Kawasan Hutan TWA Ruteng Desa Satar Nawang, Kec. Congkar, Kab. Manggarai Timur;
PEMOHON telah menjalani pahit getirnya penjara sebagai tersangka, terdakwa hingga menjalani penahanan atas proses peradilan sesat dan keliru dimana PARA TERMOHON telah menggunakan kekuasaanya untuk merampas hak PEMOHON sebagai masyarakat adat tanpa PEMOHON mengetahui apa kesalahan yang telah dia lakukan hingga Mahkamah Agung dalam putusan Kasasinya No.2639 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 6 Mei 2024 membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg dan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang No. 139/PID/2023/PT KPG yang menyatakan Perbuatan yang di dakwakan kepada PEMOHON bukan merupakan suatu tindak pidana, Melepaskan PEMOHON dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dan mengeluarkan PEMOHON dari tahanan;
Namun demikian PEMOHON sudah menjalani penahanan selama 407 hari atau 1 tahun 1 bulan 11 hari. Waktu yang tentunya tidak sedikit untuk kemerdekaan PEMOHON, padahal sebagai bangsa yang mengklaim diri menghargai hak asasi manusia, Indonesia telah menerbitkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan kemudian meratifikasi convenan internasional Hak – hak sipil dan Politik melalui UU No.12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR); Pasal 34 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 berbunyi: “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR)” Pasal 9 Angka 1 UU No.12 tahun 2005 berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum”. Dengan Konsekwensi dari Ratifikasi ini pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk mengikatkan diri dan mentaati serta melaksanakan kewajiban yang mutlak harus dilakukan dan dijalankan”. Namun sangat di sayangkan, peristiwa memilukan ini harus ditanggung oleh PEMOHON tanpa hukum bisa memberikan keadilan sedikitpun kepadanya. Padahal asas hukum jelas “geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan)”. Oleh karena itu berbasis pernyataan pendahuluan diatas, kami akan menyampaikan hak PEMOHON praperadilan dan menuntut ganti kerugian atas peristiwa yang sudah di alami PEMOHON, hal ini hanya bertujuan memberikan keadilan bagi PEMOHON dan memenuhi hak-hak nya sebagai warga negara yang sudah di penjara tanpa perbuatan pidana, dan hal ini dapat dijadikan pembelajaran bagi seluruh penegak hukum agar kiranya tidak melahirkan Mikael Ane – Mikael Ane lainnya yang kebebasannya direnggut paksa di republik ini di kemudian hari.
DASAR HUKUM
Dasar Hukum Permohonan Ganti Kerugian
Bahwa adapun alasan yang menjadi dasar permohonan ini di ajukan melalui acara praperadilan adalah Ketentuan Pasal 95 ayat (1) KUHAP : “ Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menutut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,dituntut, diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang di terapkan”
Ketentuan Pasal 95 ayat (1) KUHAP memberikan hak bagi Tersangka, Terdakwa, maupun terpidana atau bahkan ahli warisnya untuk mengajukan ganti kerugian atas penahanan, penuntutan atau proses peradilan yang keliru kepada PEMOHON, dimana dalam perkara a quo PEMOHON merupakan pihak yang pernah ditangkap, ditahan, dituntut, diadili, dikenakan tindakan lain tanpa alasan, dan menjalanai penahanan.
Kewenangan Mengadili
Bahwa sebagaimana kita ketahui proses peradilan yang sesat dan keliru terhadap PEMOHON sudah sampai pada tahap pengadilan, maka kewenangan pengadilan negeri lah yang akan memproses permohonan ganti kerugian ini melalui acara praperadilan. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal 95 ayat (3) jo (4) jo (5) Undang –Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menegaskan “ orang yang berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kerugian ialah tersangka, terdakwa,terpidana,atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan”
Bahwa Ketua Pengadilan Negeri Ruteng dalam permohonan ganti kerugian melalui praperadilan ini dapat menunjuk hakim yang sebelumnya memeriksa dan mengadili PEMOHON dalam perkara No. 34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 95 ayat (4) dan ayat (5) KUHAP yang menegaskan “ Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan” serta pemeriksaan perkara terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan”;
Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10, Pasal 95 ayat (3), (4) dan (5) diatas, Praperadilan yang yang dimohonkan oleh PEMOHON nyata menjadi wewenang dari Pengadilan Negeri Ruteng tempat PEMOHON telah diadili dalam perkara pidana No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg sebelumnya.
Jangka Waktu Permohonan
Bahwa Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 “ Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima”.
Bahwa Permohonan terkait dengan ganti kerugian ini masih sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana diatas yaitu diajukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.
Bahwa dalam perkara a quo, PEMOHON baru menerima petikan putusan dalam Surat Pemberitahuan Isi Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor No.2639 K/Pid.Sus/2024 pertanggal 06 Mei 2024 (terlampir) pada tanggal 8 Mei 2024 dari Pengadilan Negeri Ruteng. Oleh karena itu, pada saat permohonan ini diajukan, ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 92 tahun 2015 terpenuhi sehingga permohonan praperadilan ganti kerugian dapat diajukan.
Kedudukan Pemohon
Bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 95 ayat (1), PEMOHON merupakan orang yang berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kerugian karena pernah menjadi tersangka, terdakwa, menjalani penahanan, yang pernah mengalami proses peradilan pidana tanpa alasan karena hukum yang diterapkan salah dan keliru kepada PEMOHON. Ketentuan tersebut memberikan hak kepada PEMOHON untuk mengajukan permohonan ganti rugi terhadap akibat dari penerapan hukum yang keliru dalam proses peadilan yang dialaminya;
Bahwa PEMOHON sebelumnya telah mengalami proses peradilan dari menjadi Tersangka, Terdakwa, dan menjalanani penahanan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng Nomor No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg, Tanggal Tanggal 05 September 2023 dan dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang No. 139/PID/2023/PT KPG, Tanggal tanggal 22 November 2023, namun Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan Kasasinya No.2639 K/Pid.Sus/2024, Tanggal 6 Mei 2024 menyatakan Perbuatan PEMOHON bukan merupakan suatu tindak pidana oleh karena itu PEMOHON harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Oleh karena itu, PEMOHON memiliki hak serta memenuhi kualifikasi sebagai PEMOHON dalam Permohonan Ganti Rugi ini.
Kedudukan Para Termohon
Bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 3 KUHAP mendasari defenisi penyidikan serta pihak yang bertanggung jawab terhadap penyidikan karena pada tahap inilah status seseorang ditetapkan sebagai tersangka;
Bahwa Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dalam permohonan ini sebagai TERMOHON I merupakan Pihak yang bertanggung jawab pada tahap penyidikan sebagaimana Surat Perintah Penyidikan No. Sp.sidik/07/BPPHLHK-II/SW-3/PPNS/03/2023 kepada PEMOHON tertanggal 20 Maret 2023 dan selanjutnya menerbitkan surat Penetapan Tersangka No. s.10/BPPHLHK-II/SW-3/PPNS/03/2023 tertanggal 28 Maret 2023 kepada PEMOHON;
Bahwa setelah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON I, TERMOHON II yaitu Kapolres Manggarai Timur kemudian menerbitkan Surat Perintah Penangkapan No. SP.KAP/09/III/2023/Reskrim tertanggal 28 Maret 2023 dan Surat Perintah Penahanan No. SP.Han/09/III/2023/Reskrim tertanggal 28 Maret 2023 terhadap PEMOHON dan TERMOHON III sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap Penuntutan kemudian melakukan penahanan (ditingkat penuntutan), penuntutan dan dakwaan terhadap PEMOHON hingga akhirnya PEMOHON diputus bersalah pada pengadilan tingkat pertama;
Bahwa Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam proses penuntutan, dimana dengan hasil penyidikan Jaksa kemudian menganggap perkara layak untuk diajukan ke pengadilan dan membuat status tersangka menjadi terdakwa, bahkan diakhir penuntutan dimungkinkan pula menjadi terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 jo angka 6 KUHAP sebagaimana yang di alami oleh PEMOHON;
Bahwa dalam permohonan ini pihak yang diajukan permohonan tidak hanya TERMOHON I, TERMOHON II dan TERMOHON III tetapi juga TURUT TERMOHON yaitu Menteri Keuangan Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.92 tahun 2015 yang menjelaskan “Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan salinan putusan atau penetapan pengadilan”. Disini jelas yang diberikan mandat oleh UU untuk melakukan pembayaran ganti kerugian berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan mengenai ganti kerugian adalah Menteri Keuangan. Oleh sebab itu, menjadi penting dan perlu jika Menteri Keuangan pun hadir dalam sidang perkara permohonan praperadilan demi kepentingan dan keadilan bagi PEMOHON.
KRONOLOGI PERISTIWA DAN ALASAN DIAJUKANNYA PERMOHONAN PRAPERADILAN
Bahwa semua ini bermula dari Laporan kejadian TERMOHON I: LK.10/K.5/BKWIL.7/SKWIII/2022 tanggal 26 Juli 2022 tentang Merambah dan Membangun Rumah Permanen di dalam Kawasan Hutan TWA Ruteng yang diduga dilakukan oleh PEMOHON;
Bahwa berdasarkan laporan kejadian dimaksud, TERMOHON I kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No. Sp.sidik/07/BPPHLHK-II/SW-3/PPNS/03/2023 kepada PEMOHON tertanggal 20 Maret 2023;
Bahwa TERMOHON I selanjutnya menerbitkan surat Penetapan tersangka kepada PEMOHON sebagaimana surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka No. s.10/BPPHLHK-II/SW-3/PPNS/03/2023 tertanggal 28 Maret 2023 yang ditujukan kepada Termohon III melalui Kepolisian Resor Manggarai Timur yang pada pokoknya menyatakan bahwa sejak hari Selasa tanggal 28 Maret 2023 telah ditetapkan sebagai tersangka MIKAEL ANE dalam perkara dugaan tindak pidana dibidang lingkungan hidup dan kehutanan yakni” setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah atau setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 2 jo Pasal 50 ayat 3 huruf a UU RI No.41 tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraf 4 Kehutanan angka 19 Pasal 78 ayat 3 jo angka 17 Pasal 50 ayat 2 huruf a Peraturan pemerintah pengganti undang – undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 33 ayat 3 UU RI No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang terjadi di Lok Pahar Kawasan Hutan TWA Ruteng Desa Satar Nawang, Kec. Congkar, kab. Manggarai Timur;
Bahwa PEMOHON selanjutnya menjalani penahanan yang dibuktikan dengan diterbitkannya surat Perintah Penahanan Kepolisian Resor Manggarai Timur No. SP.Han/09/III/2023/Reskrim tanggal 28 Maret 2023 untuk menjalani penahanan di Ruang tahanan Polres Manggarai Timur/Rumah Tahanan Polres Manggarai Timur selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 28 Maret 2023 sampai dengan tanggal 16 April 2023;
Bahwa setelah menjalani masa penahanan di Ruang tahanan Polres Manggarai Timur/Rumah Tahanan Polres Manggarai Timur selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 28 Maret 2023 sampai dengan tanggal 16 April 2023 PEMOHON kemudian di limpahkan penahanannya ke TERMOHON III sebagaimana bukti surat Kepala Kepolisian Resor Manggarai Timur No. B/502/VI/2023/Reskrim tanggal 19 Juni 2023 Perihal Pengiriman Tersangka dan Barang Bukti;
Bahwa TERMOHON III selanjutnya menerbitkan surat perintah penahanan (tingkat Penuntutan) terhadap PEMOHON sebagaimana surat Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai No: PRINT – 244/N.3.17/Eku.2/06/2023 untuk ditahan di Rutan Negara Kelas IIB Ruteng selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 19 Juni 2023 sampai dengan tanggal 08 Juli 2023;
Bahwa TERMOHON III kemudian memeriksa dan meneliti berkas yang di limpahkan oleh TERMOHON II kepada nya dan kemudian menerbitkan Surat Tuntutan No.Register Perkara : PDM-19/RTENG/Eku.2/06/2023 dan melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Ruteng sebagaimana Surat Pelimpahan Perkara dalam Acara Pemeriksaan Biasa Nomor : B-667/N.3.17/Eku.2/06/2023 tanggal 19 Juni 2023 dan terregister dengan Nomor Perkara 34/Pid.B/LH/2023/Pn.Rtg untuk disidangkan;
Bahwa Pengadilan Negeri Ruteng melalui putusannya Nomor 34/Pid.B/LH/2023/Pn.Rtg pada tanggal 5 September 2023 telah memutus PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menduduki Kawasaan hutan secara tidak sah sebagaimana dalam dakwaan pertama dan Menjatuhkan pidana pejara kepada PEMOHON dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
Bahwa terhadap Putusan Pengadilan Negeri Ruteng, PEMOHON dan TERMOHON III menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang dan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Kupang yang diputuskan pada tanggal 22 November 2023 dengan Nomor 139/Pid/2023/PT KPG yang pada pokoknya Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng No. 34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg tanggal 5 September 2023 yang dimohonkan banding tersebut. Pernyataan Banding Pemohon adalah berdasarkan Akta Banding No. 34/AktaPid.B/LH/2023/PN Rtg tertanggal 11 September 2023;
Bahwa atas putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 139/Pid/2023/PT KPG, PEMOHON dan TERMOHON III kemudian menyatakan KASASI. Disinilah keadilan bagi PEMOHON akhirnya menemukan jalannya. Kasasi yang diajukan oleh PEMOHON di terima oleh MAHKAMAH AGUNG dan Permohonan Kasasi yang diajukan oleh TERMOHON III DITOLAK oleh Mahkamah Agung melalui Petikan Salinan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Perkara Pidana No.2639 K/Pid.Sus/2024 dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang No. 139/PID/2023/PT KPG tanggal 22 November 2023 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg tanggal 5 September 2023. Pernyataan Kasasi Pemohon berdasarkan Akta Permohonan Kasasi Nomor: 34/Akta Pid.B/LH2023, tertanggal 1 Desember 2023;
Bahwa Mahkamah Agung melalui putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara Pidana No.2639 K/Pid.Sus/2024 yang membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang No. 139/PID/2023/PT KPG tanggal 22 November 2023 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg tanggal 5 September 2023 berpendapat bahwa alasan Kasasi dari Pemohon Kasasi I/Terdakwa atau dalam perkara permohonnan ini sebagai Pemohon Praperadilan pada pokoknya bahwa Judex facti telah salah dalam menerapkan hukum yaitu sebagai berikut :
Judex facti telah memutus perkara terdakwa dengan undang – undang yang telah dicabut dan tidak berlaku;
Adalah alasan yang dapat di benarkan karena judex facti telah salah dalam menyimpulkan dan menerapkan hukum pembuktian terkait dengan keterbuktian yang didakwakan sesuai dengan fakta persidangan;
Bahwa Mahkamah Agung juga berpendapat pertimbangan dan putusan judex facti yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memenuhi semua rumusan pasal yang di dakwakan kepada terdakwa oleh penutut umum sebagaimana dalam dakwaan alternatif Pertama yakni Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja jucto Pasal 78 ayat (2) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tanpa mempertimbangkan keadaan senyatanya terkait dengan eksistensi wilayah masyarakat adat Gendang Ngkiong dan kedudukan /keberadaan Pemohon Kasasi sebagai pemangku adat Gendang Ngkiong dengan pertimbangan bahwa wilayah adat Ngkiong Dora belum sah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan surat keputusan adalah suatu pertimbangan yang tidak tepat dan keliru;
Bahwa pertimbangan judex facti yang tidak mempertimbangkan keadaan senyatanya terkait dengan eksistensi wilayah masyarakat adat Gendang Ngkiong dan kedudukan /keberadaan Pemohon Kasasi sebagai pemangku adat Gendang Ngkiong dengan pertimbangan bahwa wilayah adat Ngkiong Ndora belum sah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan surat keputusan menurut Pendapat Mahkamah Agung bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;
Bahwa terlepas pada keadaan – keadaan tersebut diatas dan selain dari pada itu, menurut Mahkamah Agung penerapan Pasal 36 angka 19, Pasal 78 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 78 Ayat (2) UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada dakwaan alternatif Pertama, telah keliru dan tidak tepat, karena undang – undang yang dimaksud dalam surat dakwaan tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (PERPU) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tanggal 30 Desember 2022. Pasal 185 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, menyatakan : Dengan berlakunya PERPU ini, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 No. 245, tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 6573), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Bahwa berkenaan dengan peraturan hukum yang telah dicabut dan atau dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, Mahkamah Agung berpendapat melalui SEMA No.5 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung telah memberikan pedoman bahwa terhadap pasal-pasal yang telah dicabut oleh perundang – undangan yang berlaku dan/atau telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi:
Apabila dari awal terdakwa diajukan ke muka persidangan dengan pasal dakwaan yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat/dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi maka putusannya dinyatakan penuntutan tidak dapat diterima;
Apabila pemeriksaan sudah memasuki materi pokok perkara dan dinyatakan terbukti maka putusannya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
Bahwa Mahkamah Agung berpendapat dengan merujuk kepada SEMA Nomor 5 tahun 2014, maka pertimbangan Judex Facti tidak tepat dan keliru apabila tetap menerapkan Pasal 36 Angka 19 Pasal 78 Ayat (2) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 78 Ayat (2) Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan alternatif pertama;
Bahwa dengan terbitnya Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara Pidana No.2639 K/Pid.Sus/2024 yang membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang No. 139/PID/2023/PT KPG tanggal 22 November 2023 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng No.34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg tanggal 5 September 2023 menjadi bukti bahwa PEMOHON telah dituntut dan diadili dengan penerapan hukum yang keliru sehingga atas peristiwa yang menimpah PEMOHON tesebut memberikan hak kepada PEMOHON untuk menuntut ganti kerugian sebagaimana ketentuan Pasal 95 KUHAP karena perbuatan PEMOHON sebagaimana yang dituduhkan oleh PARA TERMOHON, BUKAN MERUPAKAN SUATU TINDAK PIDANA;
Bahwa jelas PEMOHON tidak melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang dituduhkan dan didakwakan oleh TERMOHON III karena PEMOHON sesungguhnya sedang mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah hukum adatnya yang sudah dikerjakan turun temurun yaitu wilayah adat Lok Pahar Gendang Ngkiong, Desa Ngkiong Dora Kecamatan Lambaleda Timur jauh sebelum TERMOHON I, TERMOHON II, TERMOHON III dan TURUT TERMOHON sebagai representasi dari kehadiran Negara Republik Indonesia;
Bahwa PEMOHON mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara turun temurun di wilayah hukum adatnya yang merupakan warisan dari Leluhur dengan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan adalah upaya PEMOHON untuk mempertahankan identitasnya sebagai masyarakat adat dan upaya untuk memberikan penghidupan yang layak untuk keluarganya sebagaimana yang diamanatkan Konstitusi Pasal 27 ayat 2 UUD 1945;
Bahwa mengelolah dan memanfaatkan sumberdaya alam yang dilakukan oleh PEMOHON secara turun temurun di wilayah hukum adatnya yang merupakan warisan dari Leluhur sebagai lahan pertanian dan perkebunan juga sudah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.95/PUU-XII/2014, tanggal 10 Desember 2015 yang mengamanatkan bahwa ketentuan tindak pidana kehutanan tidak berlaku bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan, sepanjang melakukan penerbangan pohon, memanen, memungut hasil hutan dan beternak dalam kawasan hutan dilakukan bukan untuk kepentingan komersial seperti yang selama ini di lakukan oleh PEMOHON;
Bahwa dari seluruh rangkaian penjelasan diatas, menegaskan bahwa PEMOHON memiliki legal standing yang tepat sebagai masyarakat adat yang berhak mengelolah dan memanfaatkan sumberdaya alam secara turun temurun di wilayah hukum adatnya yang merupakan warisan dari Leluhur dengan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu TERMOHON I,II,III harus bertanggung jawab untuk memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya karena PEMOHON telah ditangkap, ditahan dan kemudian dituntut serta diadili dengan dasar hukum yang keliru;
Bahwa, berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan menurut Pasal 28D UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketentuan kedua pasal Undang-Undang Dasar ini bermakna bahwa adalah merupakan hak asasi manusia untuk mempertahankan harkat, martabat, dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang berkeadilan, bermartabat serta mengedepankan due procces of law;
Bahwa mengutip pernyataan Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pidana, M Yahya Harahap sebagaimana dikutip hukum online, Hak terdakwa yang dinyatakan bebas, Letezia tobing,S.H,M.Kn, 11 Agustus 2015) “sekiranya seorang terdakwa dituntut atau diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasar alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana. Berarti terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan pembebasan tersebut menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang”.
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan:
”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”
Pasal 28I ayat (3) UUD 1945: ”Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan: ”Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman……..”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 Dalam Amar Putusannya pada angka 1.2 halaman 185 menyatakan bahwa “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.
Pasal 5 UNDRIP (United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous Peoples) atau Deklarasi Perserikatan Bangsa bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat menyatakan:
“Masyarakat Adat mempunyai hak untuk menjaga dan memperkuat ciri-ciri mereka yang berbeda di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan institusi budaya, seraya tetap mempertahankan hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya Negara”;
Pasal 26 UNDRIP menyatakan:
Masyarakat adat memiliki hak atas tanah, wilayah dan sumber daya yang mereka miliki atau duduki secara tradisional atau sebaliknya tanah, wilayah dan sumber daya yang telah mereka gunakan atau yang telah didapatkan;
Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 menyebutkan:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Bahwa Masyarakat Adat Gendang Ngkiong adalah salah satu komunitas masyarakat hukum adat yang menurut kenyataanya masih ada dan diakui keberadaannya oleh Pemerintahan Daerah Manggarai Timur melalui Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Manggarai Timur. Oleh karena itu mengingkari masyarakat adat Ngkiong sama artinya dengan melanggar ketentuan Pasal 67 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur tentang Pengakuan terhadap Masyarakat adat melalui Peraturan Daerah;
Bahwa tuduhan terhadap PEMOHON diatas juga sangat bertentangan dengan Putusan MK 95/PUU-XII/2014 yang secara tegas menyatakan bahwa Ketentuan tindak pidana kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf e dan huruf i UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak berlaku bagi Masyarakat yang hidup secara turun temurun didalam Hutan, sepanjang melakukan penebangan Pohon, memanen, memungut hasil hutan dan beternak dalam Kawasan Hutan dilakukan bukan untuk Kepentingan komersial;
PERMINTAAN GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI Bahwa berdasarkan fakta-fakta diatas jelas PARA TERMOHON telah melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia PEMOHON, telah menuntut dan mendakwa PEMOHON dengan alas hukum yang keliru; 13.1. Kerugian Materiil PEMOHON Kehilangan Penghasilan:
PEMOHON adalah Tetua Adat Gendang Ngkiong, Desa Ngkiong Dora Kecamatan Lambaleda Timur yang sehari-hari bekerja sebagai petani yang menggarap tanah adatnya milik komunitas masyarakat adat Adat Gendang Ngkiong. PEMOHON juga memiliki kebun kopi sebagai sumber penghasilan untuk memberi kehidupan bagi keluarganya; Rata – rata penghasilan PEMOHON dari Usaha kios perharinya sebesar = Rp.100.000 x 407 hari = Rp. 40.700.000, Maka total kerugian yang diderita oleh PEMOHON yang wajib diganti oleh TERMOHON sebesar Rp. 40.700.000. 13.1.4. Biaya Besuk Istri dan anak PEMOHON selalu menjenguk PEMOHON 1 (satu) kali setiap minggunya. Biaya besuk yang dikeluarkan sebesar Rp. 150.000 untuk setiap kali besuk. Selama penahanan 13 bulan 11 hari. Istri dan anak – anak PEMOHON mengeluarkan biaya Rp. 150.000 x 52 kali besuk = Rp. 7.800.000,00 (tujuh juta delapan ratus ribu) rupiah. Maka total kerugian yang diderita oleh PEMOHON yang wajib diganti oleh TERMOHON sebesar Rp. 7.800.000 (tujuh juta delapan ratus ribu) rupiah.
Total kerugian materil yang dialami PEMOHON selama ditahan adalah sebesar Rp. 50.000.000 + Rp. 40.700.000 + Rp. 7.800.000 = Rp. 98.500.000;
13.2. Kerugian Imateriil 13.2.1 Bahwa selain kerugian Materiil, PEMOHON juga mengalami kerugian imateriil walaupun kerugian imateriil sulit dinilai dengan uang namun PEMOHON mencoba menaksir kerugian yang dialami PEMOHON karena tidak dapat mengurus keluarga, tidak dapat bersosialisasi dengan masyarakat, menimbulkan trauma psikologis dan nama baik PEMOHON menjadi tercemar dan kehilangan martabatnya padahal PEMOHON adalah Tetua adat; 13.2.2 Akibat dari penahanan, penjara dan persidangan yang di lakukan oleh PARA TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan tekanan batin di dalam sel karena dianggap sebagai pelaku kejahatan, distigma serta di batasi kemerdekaannya. PEMOHON tidak dapat bertemu dengan istri dan anaknya serta keluarga besarnya sehingga PEMOHON semakin mengalami tekanan batin. Akibat tekanan batin yang dialami PEMOHON, TERMOHON wajib mengganti kerugian sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
V. PETITUM Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan diatas, PEMOHON mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Ruteng yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
Menerima dan Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya; - Kerugian Materil sebesar Rp. 98.500.000 (Sembilan Puluh Delapan Juta Lima Ratus Ribuh Rupiah); Kerugiaan Imateriil yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga dibatasi dengan perkiraan Rp.450.000.000,00,- (empat ratus lima puluh juta rupiah); Memerintahkan kepada PARA TERMOHON untuk memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;
Atau apabila Hakim Pengadilan Negeri Ruteng berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat kami Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Region Bali Nusra Kuasa Hukum Pemohon
Syamsul Alam Agus,S.H., Ermelina Singereta,S.H.,M.H.,
Gregorius B.Djako, S.H.,C.L.A., Jimmy Z.Ginting,S.H.,
Surti Handayani,S.H., Maximilianus Herson Loi, S.H.,
Marselinus Suliman, S.H., Marthen Salu, S.H.,
Judianto Simanjuntak, S.H., Anton Yohanis Bala S.H.,
|
|||||||||||||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |