KANTOR ADVOKAT
ALI ANTONIUS, SH.MH & PARTNERS
JL. RANTAI DAMAI II NO. 2 TDM – KUPANG - NTT
TELP. 0380- 826750, HP. 085239036333.
====================================================================
Perihal : Permohonan Praperadilan Atas :
1. Penetapan Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG)
sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam
belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun
Anggaran 2019 sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-
29/N.3.17/Fd.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025;
2. Penahanan atas diri Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY
DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan tindak pidana dalam
Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019
sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-
22/N.3.17/FD.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri Ruteng
Di –
Ruteng
Dengan Hormat ; --------------------------------------------------------------------------------------
Kami yang bertanda tangan dibawah : -------------------------------------------------------------
------------------------------------ ALI ANTONIUS, S.H., M.H.; --------------------------------
-----------------------------------KAPISTRANO C. CEME, S.H.; ------------------------------
Para Advokat pada KANTOR ADVOKAT ALI ANTONIUS, SH. MH. &
PARTNERS yang beralamat di Jln. Rantai Damai II, nomor : 2, TDM-Kupang- NTT;
yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Februari 2025 yang telah didaftarkan
pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ruteng dibawah Register Nomor :
5/KS/Pid/II/2025/PN.RTG tanggal 11 Februari 2025; bertindak untuk dan atas nama :
----------------------------- EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG; --------------------
lahir di Ruteng pada Tanggal 23 April 1973, Umur 51 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki,
agama Katholik, Pekerjaan Wiraswasta, Kewarganegaraan : WNI, beralamat di, Jalan
Ahmad Yani, RT. 044/RW.022, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kab.
Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur; dalam hal ini memilih domisili hukum pada
alamat Kuasanya tersebut di atas; yang selanjutnya disebut : PEMOHON ; -----------------
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap : KEJAKSAAN NEGERI
MANGGARAI ; beralamat di Jalan Adhyaksa No. 1, Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai
Telp. 0385 – 2420233 ; yang selanjutnya disebut : TERMOHON ; -------------------------
1
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN : ----------------------------------------------------
1. Bahwa harus dipahami bahwa landasan filosofis Hukum Acara Pidana
bukanlah untuk memproses pelaku tindak pidana, melainkan untuk
mengawasi tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat
penegak hukum terhadap individu. ---------------------------------------------------
2. Bahwa landasan filosofis tersebut didasarkan pada fungsi instrumentasi asas
legalitas dalam hukum acara pidana yang mengandung makna bahwa dalam
batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang aparat penegak hukum
boleh melakukan tindakan terhadap individu yang diduga melakukan tindak
pidana dengan tetap merujuk pada due process of law yang berlaku
universal.----------------------------------------------------------------------------------
3. Bahwa disadari ataupun tidak bekerjanya hukum acara pidana, sedikit
banyaknya akan mengekang hak asasi manusia karena seseorang yang
dinyatakan sebagai tersangka dapat dilakukan upaya paksa mulai dari
penggeledahan, penyitaan, pemblokiran rekening sampai pada penangkapan
dan penahanan padahal belum tentu hasil akhir dari proses tersebut akan
menyatakan bahwa tersangka bersalah. ---------------------------------------------
4. Bahwa berdasarkan bekerjanya hukum acara pidana yang demikian, sifat dan
karakteristik hukum acara pidana selalu berasaskan sifat keresmian dengan
merujuk pada tiga postulat mendasar yaitu lex scripta yang berarti hukum
acara pidana haruslah tertulis, lex certa yang berarti hukum acara pidana
haruslah jelas atau tidak ambigu dan lex stricta yang berarti hukum acara
pidana harus ditafsirkan secara ketat. ------------------------------------------------
5. Bahwa perlu dipahami dan diketahui pula, lahirnya lembaga praperadilan
terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas
Corpus Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan
fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan.
Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat
perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana
formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya
melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan
ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa
itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
maupun jaminan hak-hak asasi manusia. --------------------------------------------
6. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X
Bagian Kesatu KUHAP, Bab XII Bagian Kesatu KUHAP dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 juncto Bab VIII Undang
Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (selanjutnya disebut UUKPK), secara jelas dan tegas dimaksudkan
sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan
penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu
Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi
terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-
wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas
2
dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang
termasuk dalam hal ini Pemohon. Lembaga Praperadilan yang terdapat di
dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika
Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya
menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah
harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang. -------------------------------
7. Bahwa selain daripada itu, dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan
bahwa Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum sebagai
prinsip umum yang dianut dalam penyelenggaraan negara antara lain
bercirikan prinsip due process of law yang dijamin secara konstitusional.
Sejalan dengan hal tersebut maka salah satu prinsip negara hukum adalah
adanya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. ---------------------------
Bahwa asas due process of law sebagai perwujudan pengakuan hak-hak asasi
manusia dalam proses peradilan pidana menjadi asas yang harus dijunjung
tinggi oleh semua pihak, terutama bagi lembaga-lembaga penegak hukum.
Perwujudan penghargaan hak asasi manusia tersebut terlaksana dengan
memberikan posisi yang sama, termasuk dalam proses peradilan pidana,
khususnya bagi tersangka, terdakwa maupun terpidana dalam
mempertahankan hak-haknya secara seimbang. ------------------------------------
8. Bahwa dalam Pasal 17 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia menegaskan bahwa “setiap orang tanpa diskriminasi,
berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan,
pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak
memihak, sesuai hukum acara yang menjamin pemeriksaaan yang
obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan
yang adil dan benar”. -----------------------------------------------------------------
9. Bahwa dalam Pasal 77 undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana menegaskan bahwa : “pengadilan negeri berwenang untuk
memeriksa dan memutus, sesuai ketentuan yang diatur dalam undang-
undang ini tentang: --------------------------------------------------------------------
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan ; -------------------------------
b. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ; --
10. Bahwa dalam Pasal 78 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa : “ yang
melaksanakan wewenang pengadilan Negeri sebagaimana di maksud
dalam pasal 77 adalah praperadilan ”. --------------------------------------------
11. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan
penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari
penyidik/penuntut umum yang dapat dijadikan sebagai obyek dalam
pemeriksaaan praperadilan. Beberapa tindakan dari penyidik atau penuntut
umum yang dapat diterima sebagai obyek dalam pemeriksaan praperadilan,
sebagai contoh terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka ,
3
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara praperadilan No. :
38/Pid.prap/2012/PN.Jkt-Sel dengan pemohon BACHTIAR ABDUL
FATAH, telah menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan
dengan menyatakan antara lain “ tidak sah menurut hukum tindakan
Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka ”. ----------------------
Demikian juga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam
perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.pra/2015/PN.Jkt.Sel dengan
Pemohon Komisaris Jenderal Polisi Drs. BUDI GUNAWAN, SH.Msi dan
Termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan telah menerima dan mengabulkan sebagian permohonan
Praperadilan dengan menyatakan “ Penetapan Tersangka atas diri
Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah ”. ---------------
12. Bahwa dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014
tanggal 28 April 2015 menegaskan bahwa “ Pasal 77 huruf a undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Udang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak
dimaknai termasuk Penetapan tersangka, penggeledahan dan
penyitaan”. ------------------------------------------------------------------------------
13. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80
KUHAP adalah untuk menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui
sarana pengawasan horizontal yang dilakukan oleh hakim. -----------------------
Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan penyidik dalam menetapkan
seseorang sebagai Tersangka dan mengawasi upaya paksa yang dilakukan
oleh penyidik terhadap tersangka. Pengawasan ini penting untuk mengetahui
semua tindakan penyidik benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-
undang, dilakukan secara profesioanal dan proporsional, bukan tindakan yang
bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau
perundang-undangan lainnya. ---------------------------------------------------------
14. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan,
selain untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan atau ganti kerugian dan rehabilitasi
bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan
atau penuntutan (pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain
sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal 95
KUHAP.---------------------- -----------------------------------------------------------
15. Bahwa walaupun karena hukum acara pidana tidak mengatur secara tegas
mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang yang
ditetapkan sebagai tersangka, maka hal itu tidak berarti jika terjadi kesalahan
dilakukan oleh penyidik in casu Termohon dalam menetapkan seseorang
sebagai tersangka, tidak boleh dikoreksi. Kesalahan tersebut wajib untuk
dilakukan koreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga
Praperadilan. Koreksi ini dilakukan untuk melindungi hak asasi seseorang
(tersangka) dari kesalahan atau kesewenangan yang dilakukan oleh penegak
4
hukum dalam hal ini Penyidik Kajaksaan Negeri Ruteng. Oleh karena itu,
hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sebagai upaya
koreksi atas kesalahan penegak hukum yang melanggar hak asasi manusia
hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak
diatur oleh Peraturan perundang-undangan secara tegas. Keadaan ini sesuai
dengan peran hakim dalam menemukan hukum yang diberi tempat yang
seluas-luasnya oleh Peraturan perundang-undangan . Hal ini secara tegas dan
jelas telah diamanatkan dalam pasal 10 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) Undang-
undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi
sebagai berikut : -------------------------------------------------------------------------
Pasal 10 ayat (1) : “ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa
dan menggalinya”. ---------------------------------------------------------------------
Pasal 5 ayat (1) : “ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat ”. ----------------------------------------------------------
II. OBYEK PERMOHONAN PRAPERADILAN : ---------------------------------------
Bahwa obyek praperadilan yang dimohonkan Pemohon untuk diperiksa dalam
permohonan ini adalah : -----------------------------------------------------------------------
1. Tentang Penetapan Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY
DARUNG) sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana
Korupsi dalam belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada
PT. MMI Tahun Anggaran 2019 sesuai Surat Penetapan Tersangka
Nomor : B-29/N.3.17/Fd.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025 dengan
sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; -------------
2. Tentang Penahanan atas diri Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY
DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan tindak pidana dalam
Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019
sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-
22/N.3.17/FD.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025 dengan sangkaan
melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
5
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; -----------------------------------------
III. FAKTA HUKUM YANG DIJADIKAN DASAR PERMOHONAN
PRAPERADILAN. ---------------------------------------------------------------------------
1. Bahwa Pemohon sudah pernah mengajukan Permohonan ke Pengadilan
Negeri Ruteng, yang terdaftar dengan Register Nomor : 1 / Pid.Pra / 2025 /
PN.RTG., yang kemudian telah diputus pada tanggal 10 Februari 2025,
yang amar putusannya ” Menyatakan Permohonan Pemohon Tidak dapat
Diterima ” dimana Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Negeri
Ruteng tersebut adalah karena Permohonan Pemohon Kabur yakni
memohon kepada hakim Tunggal Pra Peradilan untuk Menghukum
Termohon untuk membayar ganti kerugian yang dialami Pemohon sebesar
Rp. 1. 000. 000. 000,- ( satu miliar rupiah ) ; ---------------------------------------
Bahwa untuk kepentingan pra peradilan yang dimohonkan ini, Pemohon juga
merujuk pada pengakuan dan surat-surat bukti Termohon pada permohonan
pemohon yang kemudian telah diputus pada tanggal 10 Februari 2025; -----------
2. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari 2025
berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (
SPPTPK) sesuai Surat Bukti dan Pengakuan Termohon yang dianggap oleh
Termohon sebagai SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA
PENYIDIKAN ( SPDP ) ; ----------------------------------------------------------------
3. Bahwa dalam pada itu, perintah penyidikan kepada Pemohon diterbitkan pada
tanggal 9 Januari 2025 sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepada Pemohon yang
diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai tertanggal 09 Januari
2025 , ----------------------------------------------------------------------------------------
4. Bahwa selanjutnya pada tanggal 9 Januari 2025 pula Termohon menetapkan
Pemohon sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi
dalam belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI
Tahun Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1)
Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; --------
5. Bahwa pasca Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka,
Termohon melakukan Penahanan terhadap diri Pemohon (EDWARD
SONNY KURNIADY DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan
tindak pidana dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam
belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun
Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal
18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi
6
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP;
IV. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN: --------------------------------------
Bahwa sesuai Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, ternyata Pemohon
ditetapkan Sebagai Tersangka oleh Termohon DALAM PERKARA DUGAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM BELANJA INSTALASI
PENGOLAHAN SAMPAH NON ORGANIK PADA PT. MMI TAHUN
ANGGARAN 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal
18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal
3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; --------------------
Bahwa selanjutnya atas dasar Penetapan diri Pemohon sebagai Tersangka,
Termohon melakukan Penahanan karena diduga telah melakukan tindak
pidana dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019
dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; --------------------------------------------------------------
Bahwa permohonan praperadilan atas penetapan PEMOHON sebagai
tersangka dan Penahanan sebagaimana terurai diatas, diajukan dengan alasan
sebagai berikut: -------------------------------------------------------------------------------
A. TERMOHON TIDAK PERNAH MEMBERIKAN SURAT
PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN (SPDP) KEPADA
DIRI PEMOHON. -----------------------------------------------------------------------
1. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015 , dalam
amar putusannya point 2 menetapkan : “ Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara
bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa
7
“penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai
“penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan
korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
dikeluarkannya surat perintah penyidikan”. ---------------------------------------
2. Bahwa kewajiban untuk menyerahkan SPDP kepada Terlapor adalah suatu
keharusan hukum yang bertujuan agar yang bersangkutan dapat
mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan dapat menunjuk penasihat
hukumnya dan atau untuk memberikan kesempatan bagi CALON
TERSANGKA untuk memberikan keterangan yang berimbang atas dugaan
tindak pidana yang disangkakan kepadanya. -------------------------------------
3. Bahwa sejak tanggal 9 Januari 2025 hingga sekarang Pemohon tidak pernah
menerima SPDP dari Termohon, hal itu bermakna juridis bahwa proses
penyidikan atas diri Pemohon dilakukan secara melanggar ketentuan hukum
Acara pidana yang berlaku, sehingga proses penyidikan atas diri Pemohon
haruslah dinyatakan tidak sah oleh karena dilakukan tidak sesuai dan
bertentangan dengan ketentuan hukum Acara pidana yang berlaku. Bahwa
oleh karena proses penyidikan atas diri Pemohon tidak sah, maka penetapan
Pemohon sebagai tersangka dan penahanan atas diri Pemohon menjadi tidak
sah pula . -------------------------------------------------------------------------------
4. Bahwa sesuai fakta hukum yang terungkap, bahwa pada tanggal 15 Januari
2025, Pemohon hanya menerima Tembusan Surat Pemberitahuan
Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi dari Kepala Kejaksaan Negeri
Manggarai yang ditujukan kepada Ketua KPK; itupun oleh karena
dipertanyakan oleh Penasihat Hukum Pemohon di Kantor Kejaksaan Negeri
Manggarai pada Tanggal 15 Januari 2025; ----------------------------------------
5. Bahwa dengan tidak diberikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon , maka terbukti Termohon telah
melakukan perbuatan penyidikan atas diri Pemohon secara melanggar dan
bertentangan dengan ketentuan hukum sebagaimana ditetapkan dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 tersebut diatas,
sehingga oleh karena itu penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan
Penahanan atas diri Pemohon atas dasar penyidikan yang melanggar dan
bertentangan dengan hukum yang berlaku, haruslah dinyatakan tidak sah. ---
B. ALAT BUKTI BERUPA KETERANGAN SAKSI-SAKSI DIPEROLEH
DI LUAR TAHAP PENYIDIKAN ; --------------------------------------------------
1. Bahwa berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 halaman 102 huruf g menyatakan :
“KUHAP tidak memiliki Check and balance system atas tindakan
tersangka oleh penyidik karena KUHAP tidak mengenal mekanisme
pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti dan tidak menerapkan
prinsip pengecualian (exclusionary) atas alat bukti yang diperoleh secara
tidak sah seperti di Amerika Serikat. Contoh mekanisme pengujian
8
terhadap keabsahan perolehan alat bukti dapat dilihat dalam kasus
Dominique Straus Kahn yang dituduh melakukan pemerkosaan terhadap
Nafissatou Diallo di Hotel Manhattan New York pada tahun 2011. Kasus
tersebut akhirnya dibatalkan pada Agustus 2011 di Magistrates Court
New York, setelah adanya keraguan terhadap kredibilitas saksi korban,
termasuk kesaksiannya yang tidak konsisten tentang apa yang terjadi.
Hal yang melatarbelakangi alat bukti harus diuji keabsahan
perolehannya. Menurut Paul Roberts dan Adrian Zuckerman, ada tiga
prinsip yang mendasari perlunya mekanisme pengujian atas keabsahan
perolehan alat bukti, yaitu :
Pertama, rights protection by the state. Hak tersebut lahir karena
terkadang upaya dari penyelidik atau penyidik dalam menemukan alat
bukti dilakukan dengan melanggar hak asasi calon tersangka atau
tersangka. Dalam rangka mengembalikan atau mempertahankan hak yang
sudah dilanggar maka diperlukan suatu mekanisme pengujian perolehan
alat bukti untuk mengetahui dan memastikan apakah alat bukti tersebut
sudah benar-benar diambil secara sah.
Kedua, deterrence (disciplining the police). Pengesampingan atau
pengecualian alat bukti yang diambil atau diperoleh secara tidak sah,
akan mencegah/menghalangi para penyidik maupun penuntut umum
mengulangi kembali kesalahan mereka di masa mendatang.Apabila hakim
secara rutin mengecualikan/mengesampingkan alat bukti yang didapat
secara tidak sah tersebut, maka hal itu menjadi pesan yang sangat jelas
kepada aparat penegak hukum bahwa tidak ada manfaat yang bisa
diambil dari melanggar hukum, kemudian motivasi dari aparat untuk
melanggar hukum akan menurun drastis.
Ketiga, the legitimacy of the verdict. Dalam proses acara pidana
diperlukan suatu sistem yang dapat dipercaya sehingga masyarakat yakin
terhadap sistem hukum atau sistem peradilannya. Apabila hakim sudah
terbiasa memaklumi aparat penyidik dan penuntut umum dalam
menyajikan alat bukti yang didapat secara tidak sah, maka sistem hukum
tersebut akan diragukan legitimasinya dan masyarakat akan segera
mengurangi rasa hormatnya. [Paul Roberts and Adrian Zuckerman,
Criminal Evidence. (New York: Oxford University Press Inc, reprinted
2008), hal. 149-159]. Dengan demikian, terlihat bahwa Hukum Acara
Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of law secara
utuh, oleh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan
menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan
perolehannya”.
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 104 huruf h menyatakan:
“Fungsi pengawasan yang diperankan pranata praperadilan hanya
bersifat post facto sehingga tidak sampai pada penyidikan dan
pengujiannya hanya bersifat formal yang mengedepankan unsur objektif,
9
sedangkan unsur subyektif tidak dapat diawasi pengadilan. Hal itu justru
menyebabkan praperadilan terjebak hanya pada hal-hal yang bersifat
formal dan sebatas masalah administrasi sehingga jauh dari hakikat
keberadaan pranata peradilan”.
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 104 huruf i menyatakan: “….
namun pada masa sekarang bentuk upaya paksa telah mengalami
berbagai perkembangan atau modifikasi salah satu bentuknya adalah
“penetapan tersangka oleh penyidik” yang dilakukan oleh negara dalam
bentuk pemberian label atau status tersangka pada seseorang tanpa
adanya batas waktu yang jelas,”.
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 105 huruf j menyatakan :
“Bahwa untuk memenuhi maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan
dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan
perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam
pemeriksaan penyidikan dan penuntutan (vide pertimbangan hukum
Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011, bertanggal 1 Mei
2012, juncto putusan Mahkamah Nomor 78/PUU-XI/2013, bertanggal 20
Februari 2014), serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi
manusia yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia yang
termaktub dalam Bab XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang
tidak memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar
hak asasi manusia dapat dimintakan perlindungan kepada pranata
peradilan, meskipun hal tersebut dibatasi secara limitative oleh ketentuan
Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan
tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya
kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik termasuk
dalam perampasan hak asasi seseorang”.
2. Bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP menetapkan “Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti,
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya; --------------------------------
Bahwa sesuai ketentuan tersebut di atas, seharusnya pengumpulan bukti
untuk menemukan tersangka dilakukan dalam proses penyidikan ; -------
3. Bahwa sesuai fakta hukum, pada tanggal 9 Januari 2025, Termohon
menerbitkan Surat Perintah Penyidikan kepada Pemohon dan selanjutnya
pada tanggal 9 Januari 2025 pula Termohon menetapkan Pemohon sebagai
Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam
belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI
Tahun Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat
10
(1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1
KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; ----------------------------------------------------
4. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari
2025 berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
( SPPTPK) Kepada Ketua Komisi Pemeberantasan Korupsi sesuai Surat
Bukti Termohon terdahulu yang dianggap oleh Termohon sebagai SURAT
PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN ( SPDP ) yang
tembusannya dikirim kepada Pemohon Tanggal 15 Januari 2025 oleh
Termohon ; ---------------------------------------------------------------------------
5. Bahwa sesuai fakta hukum, alat bukti keterangan saksi-saksi yang
dijadikan sebagai bukti permulaan oleh Termohon untuk menetapkan
Pemohon sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh pada
bulan Juli sampai dengan Oktober 2024, sedangkan tahap penyidikan atas
diri Pemohon baru dimulai pada tanggal 9 Januari 2025. Fakta hukum
tersebut membenarkan bahwa alat bukti keterangan saksi-saksi dilakukan
diluar ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, yakni dilakukan di luar
proses penyidikan. Bahwa oleh karena alat bukti keterangan saksi-saksi
tersebut diperoleh diluar tahap penyidikan maka alat bukti keterangan
saksi-sasksi tersebut tidak memenuhi syarat formil sebagai alat bukti,
sehingga oleh karena itu cacat juridis dan haruslah dinyatakan tidak sah
sebagai alat bukti. Bahwa oleh karena keterangan saksi-saksi tersebut tidak
sah sebagai alat bukti, maka keterangan saksi-saksi tersebut tidak sah pula
sebagai dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan
untuk menahan Pemohon. ----------------------------------------------------------
6. Bahwa oleh karena pengumpulan bukti untuk menetapkan Pemohon
sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon dilakukan diluar proses
penyidikan maka bukti-bukti yang terkumpul tersebut haruslah dipandang
sebagai bukti yang cacat hukum dan tidak sah oleh karena dikumpulkan
dengan cara yang diluar ketentuan Undang-Undang yang berlaku,
sehingga tidak layak, tidak patut untuk dijadikan dasar untuk menetapkan
Pemohon sebagai Tersangka dan menahan Pemohon. -------------------------
7. Bahwa berdasarkan semua uraian di atas Penetapan TERSANGKA oleh
TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan
oleh TERMOHON. Sehingga TERMOHON terikat pada aturan-aturan
hukum namun faktanya: Status TERSANGKA sudah ditetapkan oleh
TERMOHON berdasarkan bukti permulaan berupa 2 (dua) alat bukti yang
perolehannya secara tidak sah atau tidak Pro Justitia atau melawan
hukum.---------------------------------------------------------------------------------
11
8. Bahwa oleh karenanya penetapan status TERSANGKA atas diri
PEMOHON oleh TERMOHON merupakan perbuatan yang sewenang-
wenang dan bertentangan dengan hukum serta cacat yuridis oleh
karenanya maka penetapan TERSANGKA atas diri PEMOHON oleh
TERMOHON TIDAK SAH DAN TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN
HUKUM MENGIKAT. ------------------------------------------------------------
C. ALAT BUKTI BERUPA HASIL PERHITUNGAN KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA OLEH AHLI PADA POLITEKNIK NEGERI
KUPANG DIPEROLEH DILUAR TAHAP PENYIDIKAN. -------------------
1. Bahwa Putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014 Halaman 96 paragraf [3.13]
alinea kedua menyebutkan: “Bahwa Pasal ayat (2) KUHAP termasuk
dalam bab I Pasal 1 tentang ketentuan umum yang mengatur tentang
pengertian penyidikan yang mengatakan, “ Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti,
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya”.
2. Adapun frasa dan guna menemukan tersangkanya harus ditafsirkan
bersyarat yang didalilkan oleh Pemohon, menurut mahkamah, sebenarnya
sudah dipenuhi oleh Pasal tersebut, yaitu penyidik dalam rangka
tindakan penyidikan melakukan suatu proses pengumpulan bukti
yang dengan bukti tersebut kemudian penyidik menemukan
tersangka dalam satu tindak pidana sehingga tidak serta merta
penyidik menemukan tersangka sebelum melakukan pengumpulan
bukti sebagaimana ditentukan dalam pasal aquo. Pasal 1 angka 2
KUHAP mengatur bagaimana penyidik menemukan tersangka sehingga
pasal tersebut sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan. “Menurut
Mahkamah, norma tersebut sudah tepat karena memberikan kepastian
hukum yang adil kepada warga negara Indonesia ketika akan ditetapkan
menjadi tersangka oleh penyidik, yaitu harus melalui proses atau
rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti
yang dengan bukti tersebut penyidik menemukan tersangkanya
bukan secara subyektif penyidik menemukan tersangka tanpa
mengumpulkan bukti.” -----------------------------------------------------------
3. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari
2025 berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
( SPPTPK) sesuai Surat Bukti Termohon terdahulu yang dianggap oleh
Termohon sebagai SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA
PENYIDIKAN ( SPDP ) ; ----------------------------------------------------------
4. Bahwa dalam pada itu, perintah penyidikan kepada Pemohon diterbitkan
pada tanggal 9 Januari 2025 sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepada
Pemohon yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai
tertanggal 09 Januari 2025 , -----------------------------------------------------
12
5. Bahwa sesuai Bukti dan Pengakuan Termohon, Perhitungan
Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Ahli Pada Politeknik
Negeri Kupang dilakukan oleh Ahli pada bulan November 2024; ----
6. Bahwa seharusnya sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku,
Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Ahli untuk
dapat menjadi dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai
Tersangka dan untuk menahan Pemohon, sekuarang-kurangnya
haruslah dilakukan pada tanggal 9 Januari 2025; namun ternyata
pengambilan keterangan ahli tersebut dilakukan oleh Termohon diluar
Proses Penyidikan, halmana membuktikan bahwa proses pengambilan
keterangan ahli tersebut dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan
ketentuan Undang-undang, oleh karena Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara tersebut dilakukan diluar Proses Penyidikan. --------------------------
7. Bahwa fakta-fakta terurai di atas membuktikan bahwa Tindakan
Termohon terkait pengambilan keterangan ahli patut dikualifisir menurut
Hukum sebagai Cara Memperoleh Bukti Surat Termohon yang Tidak Sah,
sehingga oleh karenanya tidak dapat dijadikan sebagai Alat Bukti yang
sah. ------------------------------------------------------------------------------------
8. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana frasa “alat bukti yang
sah” terdapat dua kandungan yang cukup penting. Yang pertama terkait
jenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, dan yang
kedua terkait cara perolehan alat bukti. Perolehan alat bukti harus
diperhatikan dengan jelas untuk menciptakan keadilan. Karenanya ketika
perolehan alat bukti yang didapatkan dengan cara melanggar hukum dan
bertentangan dengan hak asasi manusia yang dilakukan secara paksaan,
ancaman dan kekerasan maka alat bukti tersebut sudah cacat hukum. -------
9. Pada ketentuan pasal di atas frasa “alat bukti yang sah” bermakna bahwa
alat bukti yang diajukan di persidangan tidak hanya sekedar memenuhi
batas mininum saja atau tidak hanya sekedar ada tetapi keabsahan dari alat
bukti tersebut harus diperhatikan atau harus memenuhi kekuatan
pembuktian. Yang mana jika hanya berbicara terkait minimum dua alat
bukti yang sah tetapi cara perolehannya secara kulitas tidak bisa
dipergunakan untuk dijadikan bukti di persidangan, karena cara
perolehannya bertentangan dengan hukum; -------------------------------------
10. Bahwa landasan yuridis diatas sesuai dengan Teori Pembuktian dalam
buku Prof.Eddy O.S Hiariej “ Teori dan Hukum Pembuktian “. Perolehan
Bukti Yang Tidak Sah (Unlawfull Legal Evidence, hal tersebut Dapat
menggugurkan Perkara. -------------------------------------------------------------
11. Bahwa selain Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dilakukan
diluar Proses Penyidikan, Ahli Pada Politeknik Negeri Kupang Tidak
Memiliki Kewenangan Melakukan Perhitungan/Jasa Audit Kerugian
Keuangan Negara.------------------------------------------------------------------
13
12. Bahwa berpedoman pada Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor : 216 / PMK /.01 /2017 Tentang Akuntan Beregister
mengamanatkan : --------------------------------------------------------------------
(1) Akuntan Beregister yang akan memberikan Jasa akuntansi
kepada publik melalui KJA wajib terlebih dahulu memperoleh
izin sebagai Akuntan Berpraktik dari Menteri.
13. Bahwa Pasal 13 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 216 / PMK
/ 01 /2017 Tentang Akuntan Beregister.------------------------------------------
(1) Akuntan Berpraktik dilarang memberikan jasa asurans
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2011 tentang Akuntan Publik.
14. Bahwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan
Publik menegaskan : ----------------------------------------------------------------
-------------------------------------- Pasal 3 ----------------------------------------
(1) Akuntan Publik memberikan Jasa Asurans, yang meliputi :
b. Jasa Audit atas Informasi Keuangan Historis;
c. Jasa Reviu atas Infromasi Keuangan Historis;
d. Jasa Asurans Lainnya;
(2) Jasa Asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diberikan oleh Akuntan Publik.
15. Bahwa perhitungan Perhitungan Kerugian Negara dilakukan pada Tanggal
11 November 2024 “,oleh Clara Margilina Reinamah,S.ST., MM., Ak.,
CA. Akademisi pada Politeknik Negeri Kupang yang berdasarkan Daftar
Akuntan Publik pada Kementrian Keuangan, bersangkutan tidak
terdaftar sebagai Akuntan Publik dan tidak Memperoleh Izin dari
Kementrian Keuangan sebagai Akuntan Publik. ---------------------------
16. Bahwa selain tidak terdaftar sebagai Akuntan Publik yang Memperoleh
Izin dari Kementrian Keuangan sebagai Akuntan Publik, Clara Margilina
Reinamah,S.ST., MM., Ak., CA juga tidak terdaftar sebagai Akuntan
Berpraktik Yang Memperoleh Izin dari Kementrian Keuangan; -------
17. Bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2
Tahun 2024 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2024 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan, Huruf A, angka 3 menyatakan “
“ Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian
keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki
kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/
Satuan Kerja Perangkat Daerah/Akuntan Publik Tersertifikasi
tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan mengaudit
pengelolaan keuangan negara, yang hasilnya dapat dijadikan dasar
mentukan ada tidaknya kerugian keuangan Negara. Hakim
berdasarkan fakta persidangan dapat juga menilai adanyakerugian
dan besarannya kerugian keungan Negara.
14
18. Bahwa selain daripada itu, berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan Tim Ahli Politeknik Negeri Kupang tidak memiliki
kewenangan untuk menyatakan atau mendeklarasikan adanya kerugian
keuangan negara. Sebaliknya lembaga negara yang berwenang adalah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan Pasal 23 ayat (5) Undang-
Undang Dasar 1945 Jo. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 15
Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); --------------------
19. Bahwa merujuk pada landasan Yuridis dan Fakta hukum diatas, oleh
karena Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka menggunakan
hasil perhitungan atau didasarkan Tim Ahli Politeknik Negeri Kupang
Nomor Tanggal 11 November 2024 yang dilarang oleh ketentuan
Peraturan Perundang-undangan serta tidak berstatus sebagai Akuntan
Publik Tersertifikasi, maka hasil Perhitungannya tidak dikualifisir sebagai
Alat Bukti, karenanya Penetapan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak
cukup bukti oleh karenanya menurut hukum harus dinyatakan Tidak Sah; -
D. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA BERDASARKAN
HASIL PENGEMBANGAN PENYIDIKAN DARI TERSANGKA
YUSTINUS MAHU DAN TERSANGKA MAKSIMILIANUS
HARYATMAN; --------------------------------------------------------------------------
1. Bahwa berdasarkan yurispudensi berupa Putusan Perkara Pra Peradilan
Nomor : 04 / Pid.Pra / 2017 / PN.KPG Tanggal 10 Mei 2017 dengan
Pemohon atas nama Freddy Handinata Ongkosaputra dan Termohon
Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara
Timur, menetapkan kaidah hukum bahwa Bukti-bukti yang diperoleh
berdasarkan hasil pengembangan Penyidikan tidak dapat dijadikan
sebagai alat bukti/dasar petunjuk perbuatan pidana yang dilakukan
oleh Pemohon sebelum ditetapkan sebagai Tersangka. Tetapi harus
mengumpulkan bukti-bukti baru yang terang untuk menemukan tindak
pidana yang dilakukan oleh Pemohon sebelum ditetapkan sebagai
Tersangka. -----------------------------------------------------------------------------
2. Bahwa sesuai fakta hukum, terungkap bahwa bukti-bukti yang dijadikan
sebagai alat bukti untuk dan atau dasar petunjuk perbuatan pidana yang
dilakukan oleh Pemohon dalam perkara ini adalah bukti-bukti untuk
penetapan YUSTINUS MAHU dan MAKSIMILIANUS HARYATMAN
sebagai Tersangka, halmana diakui oleh Termohon dalam Jawabannya pada
halaman 9 permohonan terdahulu dan pula diperoleh di luar proses
penyidikan dalam rangka menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, ----------
3. Bahwa sesuai fakta hukum tersebut, maka terbukti bahwa alat bukti dalam
rangka penetapan pemohon sebagai tersangka adalah alat bukti hasil
pengembangan penyidikan dari tersangka YUSTINUS MAHU dan
tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN; oleh karena itu tidak
sah sebagai dasar yang sah untuk menetapkan Pemohon baik sebagai
15
Tersangka maupun utnuk menahan Pemohon karena bertentanagan
dengan ketentuan hukum yang berlaku. ----------------------------------------
E. MENARIK PEMOHON IKUT SERTA BERTANGGUNG JAWAB ATAS
BELANJA INSTALASI PENGOLAHAN SAMPAH NON ORGANIK
PADA PT. MMI PADA TAHUN ANGGARAN 2019 ADALAH
BERTENTANGAN DENGAN ASAS DAN KETENTUAN HUKUM
YANG BERLAKU . ---------------------------------------------------------------------
1. Bahwa Pemohon tidak berkedudukan sebagai Pengurus PT. Manggarai
Multi Investasi yang mengandung Keuangan Daerah, baik selaku Pemegang
saham , komisaris maupun direksi. -------------------------------------------------
2. Bahwa hubungan hukum antara Pemohon (CV Patrada) dengan
PT.Manggarai Multi Investasi adalah hubungan Keperdataan dalam konteks
Perjanjian Pembelian Barang Dagangan sebagaimana tertuang dalam Surat
Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019; ---------------------------------------
3. Bahwa oleh karena Pemohon tidak berkedudukan sebagai Pemegang saham
,komisaris maupun direksi pada PT. MMI, maka Pemohon tidak mempunyai
kewenangan hukum dalam titel hukum apapun atas Belanja Instalasi
Pengolahan Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran
2019. ------------------------------------------------------------------------------------
4. Bahwa asas hukum : Nemmo comodum capere potest de injuria suapropria,
menentukan bahwa “ tidak seorangpun boleh dirugikan oleh penyimpangan
dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain “.-------------------------------
5. Bahwa sesuai asas hukum tersebut, penyimpangan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh Direksi PT. MMI dalam Belanja Instalasi Pengolahan
Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran 2019, tidak
boleh merugikan kepentingan Pemohon yang hanya bertindak sebagai Pihak
Pembeli Barang dagangan belaka. --------------------------------------------------
6. Bahwa sesuai Surat Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019, telah
disepakati pula bahwa jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian
tersebut akan diselesaikan secara musyawarah-mufakat ; -----------------------
7. Bahwa Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019 tidak jadi terlaksana oleh
karena barang yang disediakan oleh PT. MMI tidak sesuai dengan
Spesifikasi ; ----------------------------------------------------------------------------
8. Bahwa berdasarkan alasan terurai di atas dapatlah disimpulkan bahwa
menarik Pemohon ikut serta bertanggung jawab atas Belanja Instalasi
Pengolahan Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran
2019 adalah tidak relevan dan bertentangan dengan Asas dan ketentuan
Hukum Yang berlaku oleh karena Pemohon sama sekali tidak turut serta
dalam pengelolaan keuangan PT . MMI yang mengadung unsure keuangan
daerah. ----------------------------------------------------------------------------------
16
F. PENETAPAN TERSANGKA DAN PENAHANAN ATAS DIRI
PEMOHON BERTENTANGAN DENGAN INSTRUKSI JAKSA AGUNG
REPUBLIK INDONESIA. -------------------------------------------------------------
1. Bahwa berdasarkan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2023 Tentang Optimalisasi Penanganan Perkara Tindak Pidana
Khusus menetapkan Kaidah hukum bahwa: ---------------------------------------
Dalam rangka mengoptimalkan penanganan perkara tindak pidana khusus
guna terwujudnya penanganan perkara yang professional, akuntabel, efektif,
efisien dan taat asas dengan ini menginstrusikan untuk:
Melaksanakan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Khusus sesuai dengan
hukum acara pidana, yaitu :
Diktum Kedua Angka 3 (Tiga) :
Dalam Hal Tersangka Lebih Dari 1 (Satu) orang dan berkas perkaranya
dipisah (Splitzing) maka untuk tipa perkaranya diterbitkan surat perintah
penyidikan, diikuti dengan penetapan tersangka .
Diktum Ketiga :
Memastikan setiap pemisahan berkas perkara (Splitzing) sebagaimana
dimaksud dictum kedua angka 3 dilakukan secara cermat dan efeketif
berdasarkan pada kaidah dan asas hukum.
2. Bahwa sesuai Surat Penetapan Tersangka, Pemohon ditetapkan sebagai
Tersangka didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Kepala
Kejaksaan Negeri Manggarai Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024
Tanggal 01 Juli 2024 Jo. Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01
Agustus 2024 Jo. Print-548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober
2024 Jo. Print-629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024.
Sedangkan sesuai Surat Penetapan Tersangka, untuk Tersangka YUSTINUS
MAHU Dan Tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN juga disarkan
pada Surat Perintah Penyidikan yang SAMA yakni : Surat Perintah
Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Nomor : Print-
354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli 2024 Jo.
Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024; -----------------------
3. Bahwa sesuai dengan ketentuan hukum diatas, seharusnya dalam rangka
tindakan penyidikan, Termohon menerbitkan surat perintah penyidikan yang
berbeda mengingat berkas perkara PEMOHON dengan Tersangka
17
YUSTINUS MAHU Dan Tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN
dilakukan secara terpisah (Splitzing) ; ----------------------------------------------
4. Bahwa fakta-fakta terurai di atas membuktikan bahwa Tindakan Termohon
terkait Penyidikan atas diri Pemohon dan selanjutnya menetapkan Pemohon
sebagai Tersangka patut dikualifisir menurut Hukum sebagai Cacat Yuridis,
sehingga oleh karenanya Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan
Negeri Manggarai Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli
2024 Jo. Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024 menjadi tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum –------------------------------------------------
V. KESIMPULAN ; ---------------------------------------------------------------------------
--
Bahwa berdasarkan semua uraian di atas Penetapan TERSANGKA oleh
TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh
TERMOHON. Sehingga TERMOHON terikat pada aturan-aturan hukum namun
faktanya : --------------------------------------------------------------------------------------
1. Bahwa penyidikan atas diri Pemohon tanpa adanya SPDP ; --------------------
2. Bahwa alat bukti berupa keterangan saksi-saksi untuk menetapkan Pemohon
sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh diluar tahap
penyidikan ; ----------------------------------------------------------------------------
3. Bahwa alat bukti berupa keterangan ahli untuk menetapkan Pemohon
sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh diluar tahap
penyidikan; -----------------------------------------------------------------------------
4. Bahwa alat bukti berupa keterangan saksi-saksi dan keterangan ahli yang
dijadikan dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan
untuk menahan Pemohon secara formil cacat hukum dan tidak sah sebagai
alat bukti ; ------------------------------------------------------------------------------
5. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan penahanan atas diri
Pemohon adalah tidak sah, cacat formil dan tidak berdasarkan hukum ; ------
6. Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan Penahanan atas diri
Pemohon, tidak didasarkan pada 2 (dua ) alat bukti permulaan yang cukup;
7. Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan Penahanan atas diri
Pemohon bertentangan dengan asas Nemmo comodum capere potest de
injuria suapropria : tidak seorangpun boleh dirugikan oleh penyimpangan
dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain ; --------------------------------
8. Bahwa penyidikan atas diri Pemohon dilakukan tidak sesuai dan
bertentangan dengan ketentuan Hukum Acara pidana yang berlaku. ----------
9. Bahwa TERMOHON telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan
menahan Pemohon secara sewenang-wenang , tidak sesuai dan bertentangan
dengan prosedur hukum Acara Pidana yang berlaku ; sehingga oleh karena
itu penetapan TERSANGKA atas diri PEMOHON dan penahanan atas diri
18
Pemohon haruslah dinyatakan TIDAK SAH DAN TIDAK MEMPUNYAI
KEKUATAN HUKUM MENGIKAT. ---------------------------------------------
10. Bahwa oleh karena Tindakan Penyidikan oleh Termohon bertentangan
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 t maka
Penyidikan a quo haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat maka TERMOHON haruslah diperintahkan
untuk menghentikan seluruh proses Penyidikan yang dilakukan oleh
TERMOHON atas diri PEMOHON; -----------------------------------------------
11. Bahwa tindakan dari TERMOHON telah merusak harkat dan martabat
PEMOHON maka TERMOHON harus diperintahkan untuk memulihkan
hak hukum Pemohon pada harkat dan martabat semula; ------------------------
VI. PERMOHONAN; -----------------------------------------------------------------------------
Bahwa berdasarkan segala sesuatu alasan terurai di atas, Pemohon memohon agar
Pengadilan Negeri Ruteng berkenan mengadili dan memutuskan perkara
praperadilan ini dengan amar putusan berbunyi : -----------------------------------------
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk
seluruhnya; ---------------------------------------------------------------------------------
2. Menyatakan Penyidikan terhadap Pemohon adalah Tidak Sah; ---------------------
3. Menyatakan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi adalah Tidak Sah. ---------
4. Menyatakan alat bukti Surat berupa Keterangan Ahli Perhitungan Kerugian
Keuangan Negara adalah tidak sah; -----------------------------------------------------
5. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai
Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli 2024 Jo.
Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024 adalah Tidak sah; --------
6. Menyatakan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dengan sangkaan
melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi
Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas
hukum; --------------------------------------------------------------------------------------
7. Menyatakan Penahanan Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas
hukum dan oleh karenanya penahan tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat; --------------------------------------------------------------------------
8. Memerintahkan Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari tahanan; -
9. Memulihkan harkat dan Martabat Pemohon pada kedudukan semula; -----------
10. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan
hukum yang berlaku ; ---------------------------------------------------------------------
19 |