Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI RUTENG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2025/PN Rtg EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG KEJAKSAAN NEGERI MANGGARAI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 20 Feb. 2025
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2025/PN Rtg
Tanggal Surat Kamis, 20 Feb. 2025
Nomor Surat --
Pemohon
NoNama
1EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG
Termohon
NoNama
1KEJAKSAAN NEGERI MANGGARAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

KANTOR ADVOKAT 
ALI ANTONIUS, SH.MH & PARTNERS 

JL. RANTAI DAMAI II NO. 2 TDM – KUPANG - NTT 
TELP. 0380- 826750, HP. 085239036333. 

==================================================================== 

Perihal : Permohonan Praperadilan Atas : 
1. Penetapan Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG) 

sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam 
belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun 
Anggaran 2019 sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-
29/N.3.17/Fd.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025; 

2. Penahanan atas diri Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY 
DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan tindak pidana dalam 
Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi 
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019 
sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-
22/N.3.17/FD.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025 

 
Kepada Yth.  
Ketua Pengadilan Negeri Ruteng  
Di –  

Ruteng 

Dengan Hormat ; -------------------------------------------------------------------------------------- 
Kami yang bertanda tangan dibawah : ------------------------------------------------------------- 

------------------------------------ ALI ANTONIUS, S.H., M.H.; --------------------------------

-----------------------------------KAPISTRANO C. CEME, S.H.; ------------------------------ 

Para Advokat pada KANTOR ADVOKAT ALI ANTONIUS, SH. MH. & 
PARTNERS yang beralamat di Jln. Rantai Damai II, nomor : 2, TDM-Kupang- NTT; 
yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Februari 2025 yang telah didaftarkan 
pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ruteng dibawah Register Nomor : 
5/KS/Pid/II/2025/PN.RTG tanggal 11 Februari 2025; bertindak untuk dan atas nama : 

----------------------------- EDWARD SONNY KURNIADY DARUNG; --------------------
lahir di Ruteng pada Tanggal 23 April 1973, Umur 51 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki, 
agama Katholik, Pekerjaan Wiraswasta, Kewarganegaraan : WNI, beralamat di, Jalan 
Ahmad Yani, RT. 044/RW.022, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kab. 
Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur; dalam hal ini memilih domisili hukum pada 
alamat Kuasanya tersebut di atas; yang selanjutnya disebut : PEMOHON ; ----------------- 

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap : KEJAKSAAN NEGERI 
MANGGARAI ; beralamat di Jalan Adhyaksa No. 1, Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai 
Telp. 0385 – 2420233 ; yang selanjutnya disebut : TERMOHON ; ------------------------- 


  

 

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN : ---------------------------------------------------- 
1. Bahwa harus dipahami bahwa landasan filosofis Hukum Acara Pidana 

bukanlah untuk memproses pelaku tindak pidana, melainkan untuk 
mengawasi tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat 
penegak hukum terhadap individu. --------------------------------------------------- 

2. Bahwa landasan filosofis tersebut didasarkan pada fungsi instrumentasi asas 
legalitas dalam hukum acara pidana yang mengandung makna bahwa dalam 
batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang aparat penegak hukum 
boleh melakukan tindakan terhadap individu yang diduga melakukan tindak 
pidana dengan tetap merujuk pada due process of law yang berlaku 
universal.---------------------------------------------------------------------------------- 

3. Bahwa disadari ataupun tidak bekerjanya hukum acara pidana, sedikit 
banyaknya akan mengekang hak asasi manusia karena seseorang yang 
dinyatakan sebagai tersangka dapat dilakukan upaya paksa mulai dari 
penggeledahan, penyitaan, pemblokiran rekening sampai pada penangkapan 
dan penahanan padahal belum tentu hasil akhir dari proses tersebut akan 
menyatakan bahwa tersangka bersalah. --------------------------------------------- 

4. Bahwa berdasarkan bekerjanya hukum acara pidana yang demikian, sifat dan 
karakteristik hukum acara pidana selalu berasaskan sifat keresmian dengan 
merujuk pada tiga postulat mendasar yaitu lex scripta yang berarti hukum 
acara pidana haruslah tertulis, lex certa yang berarti hukum acara pidana 
haruslah jelas atau tidak ambigu dan lex stricta yang berarti hukum acara 
pidana harus ditafsirkan secara ketat. ------------------------------------------------ 

5. Bahwa perlu dipahami dan diketahui pula, lahirnya lembaga praperadilan 
terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas 
Corpus Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan 
fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. 
Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat 
perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana 
formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya 
melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan 
ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan 
ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa 
itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku 
maupun jaminan hak-hak asasi manusia. -------------------------------------------- 

6. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X 
Bagian Kesatu KUHAP, Bab XII Bagian Kesatu KUHAP dan Putusan 
Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 juncto Bab VIII Undang 
Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana 
Korupsi (selanjutnya disebut UUKPK), secara jelas dan tegas dimaksudkan 
sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan 
penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu 
Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi 
terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-
wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas 


  

 

dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang 
termasuk dalam hal ini Pemohon. Lembaga Praperadilan yang terdapat di 
dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika 
Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya 
menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah 
harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang. ------------------------------- 

7. Bahwa selain daripada itu, dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan 
bahwa Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum sebagai 
prinsip umum yang dianut dalam penyelenggaraan negara antara lain 
bercirikan prinsip due process of law yang dijamin secara konstitusional. 
Sejalan dengan hal tersebut maka salah satu prinsip negara hukum adalah 

adanya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang 
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. --------------------------- 
Bahwa asas due process of law sebagai perwujudan pengakuan hak-hak asasi 
manusia dalam proses peradilan pidana menjadi asas yang harus dijunjung 
tinggi oleh semua pihak, terutama bagi lembaga-lembaga penegak hukum. 
Perwujudan penghargaan hak asasi manusia tersebut terlaksana dengan 
memberikan posisi yang sama, termasuk dalam proses peradilan pidana, 
khususnya bagi tersangka, terdakwa maupun terpidana dalam 
mempertahankan hak-haknya secara seimbang. ------------------------------------ 

8. Bahwa dalam Pasal 17 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak 
Asasi Manusia menegaskan bahwa “setiap orang tanpa diskriminasi, 

berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, 
pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun 
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak 
memihak, sesuai hukum acara yang menjamin pemeriksaaan yang 
obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan 
yang adil dan benar”. ----------------------------------------------------------------- 

9. Bahwa dalam Pasal 77 undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum 
Acara Pidana menegaskan bahwa : “pengadilan negeri berwenang untuk 

memeriksa dan memutus, sesuai ketentuan yang diatur dalam undang-
undang ini tentang: -------------------------------------------------------------------- 
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian 

penyidikan atau penghentian penuntutan ; ------------------------------- 
b. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkara 

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ; -- 
10. Bahwa dalam Pasal 78 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa : “ yang 

melaksanakan wewenang pengadilan Negeri sebagaimana di maksud 
dalam pasal 77 adalah praperadilan ”. -------------------------------------------- 

11. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan 
penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari 
penyidik/penuntut umum yang dapat dijadikan sebagai obyek dalam 
pemeriksaaan praperadilan. Beberapa tindakan dari penyidik atau penuntut 
umum yang dapat diterima sebagai obyek dalam pemeriksaan praperadilan, 
sebagai contoh terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka , 


  

 

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara praperadilan No. : 
38/Pid.prap/2012/PN.Jkt-Sel dengan pemohon BACHTIAR ABDUL 
FATAH, telah menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan 

dengan menyatakan antara lain “ tidak sah menurut hukum tindakan 
Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka ”. ---------------------- 
Demikian juga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam 
perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.pra/2015/PN.Jkt.Sel dengan 
Pemohon Komisaris Jenderal Polisi Drs. BUDI GUNAWAN, SH.Msi dan 
Termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta 
Selatan telah menerima dan mengabulkan sebagian permohonan 

Praperadilan dengan menyatakan “ Penetapan Tersangka atas diri 

Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah ”. --------------- 
12. Bahwa dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 

tanggal 28 April 2015 menegaskan bahwa “ Pasal 77 huruf a undang-undang 
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara 
republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Udang 

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak 
dimaknai termasuk Penetapan tersangka, penggeledahan dan 
penyitaan”. ------------------------------------------------------------------------------ 

13. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 
KUHAP adalah untuk menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui 
sarana pengawasan horizontal yang dilakukan oleh hakim. ----------------------- 
Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan penyidik dalam menetapkan 
seseorang sebagai Tersangka dan mengawasi upaya paksa yang dilakukan 
oleh penyidik terhadap tersangka. Pengawasan ini penting untuk mengetahui 
semua tindakan penyidik benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-
undang, dilakukan secara profesioanal dan proporsional, bukan tindakan yang 
bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau 
perundang-undangan lainnya. --------------------------------------------------------- 

14. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan, 
selain untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian 
penyidikan atau penghentian penuntutan atau ganti kerugian dan rehabilitasi 
bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan 
atau penuntutan (pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain 

sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal 95 

KUHAP.---------------------- ----------------------------------------------------------- 
15. Bahwa walaupun karena hukum acara pidana tidak mengatur secara tegas 

mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang yang 
ditetapkan sebagai tersangka, maka hal itu tidak berarti jika terjadi kesalahan 
dilakukan oleh penyidik in casu Termohon dalam menetapkan seseorang 
sebagai tersangka, tidak boleh dikoreksi. Kesalahan tersebut wajib untuk 
dilakukan koreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga 
Praperadilan. Koreksi ini dilakukan untuk melindungi hak asasi seseorang 
(tersangka) dari kesalahan atau kesewenangan yang dilakukan oleh penegak 


  

 

hukum dalam hal ini Penyidik Kajaksaan Negeri Ruteng. Oleh karena itu, 
hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sebagai upaya 
koreksi atas kesalahan penegak hukum yang melanggar hak asasi manusia 
hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak 
diatur oleh Peraturan perundang-undangan secara tegas. Keadaan ini sesuai 
dengan peran hakim dalam menemukan hukum yang diberi tempat yang 
seluas-luasnya oleh Peraturan perundang-undangan . Hal ini secara tegas dan 
jelas telah diamanatkan dalam pasal 10 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) Undang-
undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi 
sebagai berikut : ------------------------------------------------------------------------- 
Pasal 10 ayat (1) : “ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, 

mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil 
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa 
dan menggalinya”. --------------------------------------------------------------------- 
Pasal 5 ayat (1) : “ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, 

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang 
hidup dalam masyarakat ”. ---------------------------------------------------------- 
 

II. OBYEK PERMOHONAN PRAPERADILAN : --------------------------------------- 
 
Bahwa obyek praperadilan yang dimohonkan Pemohon untuk diperiksa dalam 
permohonan ini adalah : ----------------------------------------------------------------------- 
1. Tentang Penetapan Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY 

DARUNG) sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana 

Korupsi dalam belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada 
PT. MMI Tahun Anggaran 2019 sesuai Surat Penetapan Tersangka 
Nomor : B-29/N.3.17/Fd.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025 dengan 
sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang 
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah 
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana 
Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi 
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; ------------- 

2. Tentang Penahanan atas diri Pemohon (EDWARD SONNY KURNIADY 

DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan tindak pidana dalam 

Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi 
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019 
sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-
22/N.3.17/FD.2/01/2025 Tanggal 9 Januari 2025 dengan sangkaan 
melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 
Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. 
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang 
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah 


  

 

dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana 
Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; ----------------------------------------- 
 

III. FAKTA HUKUM YANG DIJADIKAN DASAR PERMOHONAN 
PRAPERADILAN. --------------------------------------------------------------------------- 

 
1. Bahwa Pemohon sudah pernah mengajukan Permohonan ke Pengadilan 

Negeri Ruteng, yang terdaftar dengan Register Nomor : 1 / Pid.Pra / 2025 / 
PN.RTG., yang kemudian telah diputus pada tanggal 10 Februari 2025, 
yang amar putusannya ” Menyatakan Permohonan Pemohon Tidak dapat 
Diterima ” dimana Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Negeri 

Ruteng tersebut adalah karena Permohonan Pemohon Kabur yakni 
memohon kepada hakim Tunggal Pra Peradilan untuk Menghukum 
Termohon untuk membayar ganti kerugian yang dialami Pemohon sebesar 
Rp. 1. 000. 000. 000,- ( satu miliar rupiah ) ; --------------------------------------- 
 
Bahwa untuk kepentingan pra peradilan yang dimohonkan ini, Pemohon juga 
merujuk pada pengakuan dan surat-surat bukti Termohon pada permohonan 
pemohon yang kemudian telah diputus pada tanggal 10 Februari 2025; ----------- 

2. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari 2025 
berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi ( 
SPPTPK) sesuai Surat Bukti dan Pengakuan Termohon yang dianggap oleh 
Termohon sebagai SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA 
PENYIDIKAN ( SPDP ) ; ---------------------------------------------------------------- 

3. Bahwa dalam pada itu, perintah penyidikan kepada Pemohon diterbitkan pada 
tanggal 9 Januari 2025 sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepada Pemohon yang 
diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai tertanggal 09 Januari 
2025 , ---------------------------------------------------------------------------------------- 

4. Bahwa selanjutnya pada tanggal 9 Januari 2025 pula Termohon menetapkan 
Pemohon sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi 

dalam belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI 
Tahun Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) 
Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana 
Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair 
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak 
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 
2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; -------- 

5. Bahwa pasca Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, 
Termohon melakukan Penahanan terhadap diri Pemohon (EDWARD 
SONNY KURNIADY DARUNG ) karena diduga keras telah melakukan 
tindak pidana dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam 
belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun 
Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 
18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi 


  

 

sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair 
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak 
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 
2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP;  

 
IV. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN: -------------------------------------- 

 
Bahwa sesuai Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, ternyata Pemohon 
ditetapkan Sebagai Tersangka oleh Termohon DALAM PERKARA DUGAAN 

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM BELANJA INSTALASI 

PENGOLAHAN SAMPAH NON ORGANIK PADA PT. MMI TAHUN 
ANGGARAN 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 
18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi 
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 
3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana 
Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 
TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; -------------------- 
 
Bahwa selanjutnya atas dasar Penetapan diri Pemohon sebagai Tersangka, 
Termohon melakukan Penahanan karena diduga telah melakukan tindak 
pidana dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam belanja Intalasi 
Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI Tahun Anggaran 2019 
dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang 
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah 
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. 
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang 
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah 
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. 
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; -------------------------------------------------------------- 
 
Bahwa permohonan praperadilan atas penetapan PEMOHON sebagai 
tersangka dan Penahanan sebagaimana terurai diatas, diajukan dengan alasan 
sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------- 

 

A. TERMOHON TIDAK PERNAH MEMBERIKAN SURAT 
PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN (SPDP) KEPADA 
DIRI PEMOHON. ----------------------------------------------------------------------- 
 
1. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015 , dalam 

amar putusannya point 2 menetapkan : “ Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang 
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara 
bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 


  

 

“penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai 
“penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah 
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan 
korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah 
dikeluarkannya surat perintah penyidikan”. --------------------------------------- 

2. Bahwa kewajiban untuk menyerahkan SPDP kepada Terlapor adalah suatu 
keharusan hukum yang bertujuan agar yang bersangkutan dapat 
mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan dapat menunjuk penasihat 
hukumnya dan atau untuk memberikan kesempatan bagi CALON 
TERSANGKA untuk memberikan keterangan yang berimbang atas dugaan 
tindak pidana yang disangkakan kepadanya. ------------------------------------- 

3. Bahwa sejak tanggal 9 Januari 2025 hingga sekarang Pemohon tidak pernah 
menerima SPDP dari Termohon, hal itu bermakna juridis bahwa proses 
penyidikan atas diri Pemohon dilakukan secara melanggar ketentuan hukum 
Acara pidana yang berlaku, sehingga proses penyidikan atas diri Pemohon 
haruslah dinyatakan tidak sah oleh karena dilakukan tidak sesuai dan 
bertentangan dengan ketentuan hukum Acara pidana yang berlaku. Bahwa 
oleh karena proses penyidikan atas diri Pemohon tidak sah, maka penetapan 
Pemohon sebagai tersangka dan penahanan atas diri Pemohon menjadi tidak 
sah pula . ------------------------------------------------------------------------------- 

4. Bahwa sesuai fakta hukum yang terungkap, bahwa pada tanggal 15 Januari 
2025, Pemohon hanya menerima Tembusan Surat Pemberitahuan 
Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi dari Kepala Kejaksaan Negeri 
Manggarai yang ditujukan kepada Ketua KPK; itupun oleh karena 
dipertanyakan oleh Penasihat Hukum Pemohon di Kantor Kejaksaan Negeri 
Manggarai pada Tanggal 15 Januari 2025; ---------------------------------------- 

5. Bahwa dengan tidak diberikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya 
Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon , maka terbukti Termohon telah 
melakukan perbuatan penyidikan atas diri Pemohon secara melanggar dan 
bertentangan dengan ketentuan hukum sebagaimana ditetapkan dalam 
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 tersebut diatas, 
sehingga oleh karena itu penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan 
Penahanan atas diri Pemohon atas dasar penyidikan yang melanggar dan 
bertentangan dengan hukum yang berlaku, haruslah dinyatakan tidak sah. --- 

 
B. ALAT BUKTI BERUPA KETERANGAN SAKSI-SAKSI DIPEROLEH 

DI LUAR TAHAP PENYIDIKAN ; -------------------------------------------------- 
 

1. Bahwa berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah 
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 halaman 102 huruf g menyatakan : 
“KUHAP tidak memiliki Check and balance system atas tindakan 
tersangka oleh penyidik karena KUHAP tidak mengenal mekanisme 
pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti dan tidak menerapkan 
prinsip pengecualian (exclusionary) atas alat bukti yang diperoleh secara 
tidak sah seperti di Amerika Serikat. Contoh mekanisme pengujian 


  

 

terhadap keabsahan perolehan alat bukti dapat dilihat dalam kasus 
Dominique Straus Kahn yang dituduh melakukan pemerkosaan terhadap 
Nafissatou Diallo di Hotel Manhattan New York pada tahun 2011. Kasus 
tersebut akhirnya dibatalkan pada Agustus 2011 di Magistrates Court 
New York, setelah adanya keraguan terhadap kredibilitas saksi korban, 
termasuk kesaksiannya yang tidak konsisten tentang apa yang terjadi. 

 
Hal yang melatarbelakangi alat bukti harus diuji keabsahan 
perolehannya. Menurut Paul Roberts dan Adrian Zuckerman, ada tiga 
prinsip yang mendasari perlunya mekanisme pengujian atas keabsahan 
perolehan alat bukti, yaitu :  
Pertama, rights protection by the state. Hak tersebut lahir karena 
terkadang upaya dari penyelidik atau penyidik dalam menemukan alat 
bukti dilakukan dengan melanggar hak asasi calon tersangka atau 
tersangka. Dalam rangka mengembalikan atau mempertahankan hak yang 
sudah dilanggar maka diperlukan suatu mekanisme pengujian perolehan 
alat bukti untuk mengetahui dan memastikan apakah alat bukti tersebut 
sudah benar-benar diambil secara sah.  
Kedua, deterrence (disciplining the police). Pengesampingan atau 
pengecualian alat bukti yang diambil atau diperoleh secara tidak sah, 
akan mencegah/menghalangi para penyidik maupun penuntut umum 
mengulangi kembali kesalahan mereka di masa mendatang.Apabila hakim 
secara rutin mengecualikan/mengesampingkan alat bukti yang didapat 
secara tidak sah tersebut, maka hal itu menjadi pesan yang sangat jelas 
kepada aparat penegak hukum bahwa tidak ada manfaat yang bisa 
diambil dari melanggar hukum, kemudian motivasi dari aparat untuk 
melanggar hukum akan menurun drastis.  
Ketiga, the legitimacy of the verdict. Dalam proses acara pidana 
diperlukan suatu sistem yang dapat dipercaya sehingga masyarakat yakin 
terhadap sistem hukum atau sistem peradilannya. Apabila hakim sudah 
terbiasa memaklumi aparat penyidik dan penuntut umum dalam 
menyajikan alat bukti yang didapat secara tidak sah, maka sistem hukum 
tersebut akan diragukan legitimasinya dan masyarakat akan segera 
mengurangi rasa hormatnya. [Paul Roberts and Adrian Zuckerman, 
Criminal Evidence. (New York: Oxford University Press Inc, reprinted 
2008), hal. 149-159]. Dengan demikian, terlihat bahwa Hukum Acara 
Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of law secara 
utuh, oleh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan 
menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan 
perolehannya”.  
 
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 104 huruf h menyatakan: 
“Fungsi pengawasan yang diperankan pranata praperadilan hanya 
bersifat post facto sehingga tidak sampai pada penyidikan dan 
pengujiannya hanya bersifat formal yang mengedepankan unsur objektif, 


  

 

sedangkan unsur subyektif tidak dapat diawasi pengadilan. Hal itu justru 
menyebabkan praperadilan terjebak hanya pada hal-hal yang bersifat 
formal dan sebatas masalah administrasi sehingga jauh dari hakikat 
keberadaan pranata peradilan”.  
 
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 104 huruf i menyatakan: “…. 
namun pada masa sekarang bentuk upaya paksa telah mengalami 
berbagai perkembangan atau modifikasi salah satu bentuknya adalah 
“penetapan tersangka oleh penyidik” yang dilakukan oleh negara dalam 
bentuk pemberian label atau status tersangka pada seseorang tanpa 
adanya batas waktu yang jelas,”.  
 
Selanjutnya dalam pertimbangan halaman 105 huruf j menyatakan : 
“Bahwa untuk memenuhi maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan 
dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan 
perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam 
pemeriksaan penyidikan dan penuntutan (vide pertimbangan hukum 
Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011, bertanggal 1 Mei 
2012, juncto putusan Mahkamah Nomor 78/PUU-XI/2013, bertanggal 20 
Februari 2014), serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi 
manusia yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 
tentang Hak Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia yang 
termaktub dalam Bab XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang 
tidak memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar 
hak asasi manusia dapat dimintakan perlindungan kepada pranata 
peradilan, meskipun hal tersebut dibatasi secara limitative oleh ketentuan 
Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan 
tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya 
kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik termasuk 
dalam perampasan hak asasi seseorang”.  

 
2. Bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP menetapkan “Penyidikan adalah 

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur 
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, 

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang 
terjadi dan guna menemukan tersangkanya; -------------------------------- 
 
Bahwa sesuai ketentuan tersebut di atas, seharusnya pengumpulan bukti 
untuk menemukan tersangka dilakukan dalam proses penyidikan ; ------- 

3. Bahwa sesuai fakta hukum, pada tanggal 9 Januari 2025, Termohon 
menerbitkan Surat Perintah Penyidikan kepada Pemohon dan selanjutnya 
pada tanggal 9 Januari 2025 pula Termohon menetapkan Pemohon sebagai 
Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam 

belanja Intalasi Pengolahan Sampah Non Organik pada PT. MMI 
Tahun Anggaran 2019 dengan sangkaan melanggar Primair Pasal 2 ayat 

10 
  

 

(1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak 
Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 
Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 
KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 
1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. 
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP; ---------------------------------------------------- 

4. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari 
2025 berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi 
( SPPTPK) Kepada Ketua Komisi Pemeberantasan Korupsi sesuai Surat 
Bukti Termohon terdahulu yang dianggap oleh Termohon sebagai SURAT 
PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN ( SPDP ) yang 
tembusannya dikirim kepada Pemohon Tanggal 15 Januari 2025 oleh 
Termohon ; --------------------------------------------------------------------------- 

5. Bahwa sesuai fakta hukum, alat bukti keterangan saksi-saksi yang 
dijadikan sebagai bukti permulaan oleh Termohon untuk menetapkan 
Pemohon sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh pada 
bulan Juli sampai dengan Oktober 2024, sedangkan tahap penyidikan atas 
diri Pemohon baru dimulai pada tanggal 9 Januari 2025. Fakta hukum 
tersebut membenarkan bahwa alat bukti keterangan saksi-saksi dilakukan 
diluar ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, yakni dilakukan di luar 
proses penyidikan. Bahwa oleh karena alat bukti keterangan saksi-saksi 
tersebut diperoleh diluar tahap penyidikan maka alat bukti keterangan 
saksi-sasksi tersebut tidak memenuhi syarat formil sebagai alat bukti, 
sehingga oleh karena itu cacat juridis dan haruslah dinyatakan tidak sah 
sebagai alat bukti. Bahwa oleh karena keterangan saksi-saksi tersebut tidak 
sah sebagai alat bukti, maka keterangan saksi-saksi tersebut tidak sah pula 
sebagai dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan 
untuk menahan Pemohon. ---------------------------------------------------------- 

6. Bahwa oleh karena pengumpulan bukti untuk menetapkan Pemohon 
sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon dilakukan diluar proses 
penyidikan maka bukti-bukti yang terkumpul tersebut haruslah dipandang 
sebagai bukti yang cacat hukum dan tidak sah oleh karena dikumpulkan 
dengan cara yang diluar ketentuan Undang-Undang yang berlaku, 
sehingga tidak layak, tidak patut untuk dijadikan dasar untuk menetapkan 
Pemohon sebagai Tersangka dan menahan Pemohon. ------------------------- 

7. Bahwa berdasarkan semua uraian di atas Penetapan TERSANGKA oleh 
TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan 
oleh TERMOHON. Sehingga TERMOHON terikat pada aturan-aturan 
hukum namun faktanya: Status TERSANGKA sudah ditetapkan oleh 
TERMOHON berdasarkan bukti permulaan berupa 2 (dua) alat bukti yang 
perolehannya secara tidak sah atau tidak Pro Justitia atau melawan 
hukum.--------------------------------------------------------------------------------- 

 

11 
  

 

8. Bahwa oleh karenanya penetapan status TERSANGKA atas diri 
PEMOHON oleh TERMOHON merupakan perbuatan yang sewenang-
wenang dan bertentangan dengan hukum serta cacat yuridis oleh 
karenanya maka penetapan TERSANGKA atas diri PEMOHON oleh 
TERMOHON TIDAK SAH DAN TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN 
HUKUM MENGIKAT. ------------------------------------------------------------ 

 
C. ALAT BUKTI BERUPA HASIL PERHITUNGAN KERUGIAN 

KEUANGAN NEGARA OLEH AHLI PADA POLITEKNIK NEGERI 
KUPANG DIPEROLEH DILUAR TAHAP PENYIDIKAN. ------------------- 
 
1. Bahwa Putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014 Halaman 96 paragraf [3.13] 

alinea kedua menyebutkan: “Bahwa Pasal ayat (2) KUHAP termasuk 
dalam bab I Pasal 1 tentang ketentuan umum yang mengatur tentang 
pengertian penyidikan yang mengatakan, “ Penyidikan adalah 

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur 
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, 
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan 
guna menemukan tersangkanya”.  

2. Adapun frasa dan guna menemukan tersangkanya harus ditafsirkan 
bersyarat yang didalilkan oleh Pemohon, menurut mahkamah, sebenarnya 
sudah dipenuhi oleh Pasal tersebut, yaitu penyidik dalam rangka 

tindakan penyidikan melakukan suatu proses pengumpulan bukti 
yang dengan bukti tersebut kemudian penyidik menemukan 
tersangka dalam satu tindak pidana sehingga tidak serta merta 
penyidik menemukan tersangka sebelum melakukan pengumpulan 
bukti sebagaimana ditentukan dalam pasal aquo. Pasal 1 angka 2 
KUHAP mengatur bagaimana penyidik menemukan tersangka sehingga 
pasal tersebut sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan. “Menurut 
Mahkamah, norma tersebut sudah tepat karena memberikan kepastian 
hukum yang adil kepada warga negara Indonesia ketika akan ditetapkan 
menjadi tersangka oleh penyidik, yaitu harus melalui proses atau 

rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti 
yang dengan bukti tersebut penyidik menemukan tersangkanya 
bukan secara subyektif penyidik menemukan tersangka tanpa 
mengumpulkan bukti.” ----------------------------------------------------------- 

3. Bahwa Proses Penyidikan oleh Termohon dimulai pada tanggal 9 Januari 
2025 berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi 
( SPPTPK) sesuai Surat Bukti Termohon terdahulu yang dianggap oleh 
Termohon sebagai SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA 
PENYIDIKAN ( SPDP ) ; ---------------------------------------------------------- 

4. Bahwa dalam pada itu, perintah penyidikan kepada Pemohon diterbitkan 
pada tanggal 9 Januari 2025 sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepada 
Pemohon yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai 
tertanggal 09 Januari 2025 , ----------------------------------------------------- 

12 
  

 

 
5. Bahwa sesuai Bukti dan Pengakuan Termohon, Perhitungan 

Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Ahli Pada Politeknik 

Negeri Kupang dilakukan oleh Ahli pada bulan November 2024; ---- 
6. Bahwa seharusnya sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku, 

Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Ahli untuk 
dapat menjadi dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai 
Tersangka dan untuk menahan Pemohon, sekuarang-kurangnya 
haruslah dilakukan pada tanggal 9 Januari 2025; namun ternyata 
pengambilan keterangan ahli tersebut dilakukan oleh Termohon diluar 
Proses Penyidikan, halmana membuktikan bahwa proses pengambilan 
keterangan ahli tersebut dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan 
ketentuan Undang-undang, oleh karena Perhitungan Kerugian Keuangan 
Negara tersebut dilakukan diluar Proses Penyidikan. -------------------------- 

7.  Bahwa fakta-fakta terurai di atas membuktikan bahwa Tindakan 
Termohon terkait pengambilan keterangan ahli patut dikualifisir menurut 
Hukum sebagai Cara Memperoleh Bukti Surat Termohon yang Tidak Sah, 
sehingga oleh karenanya tidak dapat dijadikan sebagai Alat Bukti yang 
sah. ------------------------------------------------------------------------------------ 

8. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana frasa “alat bukti yang 
sah” terdapat dua kandungan yang cukup penting. Yang pertama terkait 
jenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, dan yang 
kedua terkait cara perolehan alat bukti. Perolehan alat bukti harus 
diperhatikan dengan jelas untuk menciptakan keadilan. Karenanya ketika 
perolehan alat bukti yang didapatkan dengan cara melanggar hukum dan 
bertentangan dengan hak asasi manusia yang dilakukan secara paksaan, 
ancaman dan kekerasan maka alat bukti tersebut sudah cacat hukum. ------- 

9. Pada ketentuan pasal di atas frasa “alat bukti yang sah” bermakna bahwa 
alat bukti yang diajukan di persidangan tidak hanya sekedar memenuhi 
batas mininum saja atau tidak hanya sekedar ada tetapi keabsahan dari alat 
bukti tersebut harus diperhatikan atau harus memenuhi kekuatan 
pembuktian. Yang mana jika hanya berbicara terkait minimum dua alat 
bukti yang sah tetapi cara perolehannya secara kulitas tidak bisa 
dipergunakan untuk dijadikan bukti di persidangan, karena cara 
perolehannya bertentangan dengan hukum; ------------------------------------- 

10. Bahwa landasan yuridis diatas sesuai dengan Teori Pembuktian dalam 
buku Prof.Eddy O.S Hiariej “ Teori dan Hukum Pembuktian “. Perolehan 
Bukti Yang Tidak Sah (Unlawfull Legal Evidence, hal tersebut Dapat 
menggugurkan Perkara. ------------------------------------------------------------- 

11. Bahwa selain Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dilakukan 
diluar Proses Penyidikan, Ahli Pada Politeknik Negeri Kupang Tidak 
Memiliki Kewenangan Melakukan Perhitungan/Jasa Audit Kerugian 
Keuangan Negara.------------------------------------------------------------------ 

 

13 
  

 

12. Bahwa berpedoman pada Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan 
Nomor : 216 / PMK /.01 /2017 Tentang Akuntan Beregister 
mengamanatkan : -------------------------------------------------------------------- 

(1) Akuntan Beregister yang akan memberikan Jasa akuntansi 
kepada publik melalui KJA wajib terlebih dahulu memperoleh 
izin sebagai Akuntan Berpraktik dari Menteri. 

13. Bahwa Pasal 13 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 216 / PMK 
/ 01 /2017 Tentang Akuntan Beregister.------------------------------------------ 

(1) Akuntan Berpraktik dilarang memberikan jasa asurans 
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 
2011 tentang Akuntan Publik. 

14. Bahwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan 
Publik menegaskan : ---------------------------------------------------------------- 

-------------------------------------- Pasal 3 ---------------------------------------- 
(1) Akuntan Publik memberikan Jasa Asurans, yang meliputi : 

b. Jasa Audit atas Informasi Keuangan Historis; 
c. Jasa Reviu atas Infromasi Keuangan Historis; 
d. Jasa Asurans Lainnya; 

(2) Jasa Asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat 

diberikan oleh Akuntan Publik. 
15. Bahwa perhitungan Perhitungan Kerugian Negara dilakukan pada Tanggal 

11 November 2024 “,oleh Clara Margilina Reinamah,S.ST., MM., Ak., 
CA. Akademisi pada Politeknik Negeri Kupang yang berdasarkan Daftar 
Akuntan Publik pada Kementrian Keuangan, bersangkutan tidak 
terdaftar sebagai Akuntan Publik dan tidak Memperoleh Izin dari 
Kementrian Keuangan sebagai Akuntan Publik. --------------------------- 

16. Bahwa selain tidak terdaftar sebagai Akuntan Publik yang Memperoleh 
Izin dari Kementrian Keuangan sebagai Akuntan Publik, Clara Margilina 

Reinamah,S.ST., MM., Ak., CA juga tidak terdaftar sebagai Akuntan 
Berpraktik Yang Memperoleh Izin dari Kementrian Keuangan; ------- 

17. Bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2 
Tahun 2024 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar 
Mahkamah Agung Tahun 2024 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi 
Pengadilan, Huruf A, angka 3 menyatakan “ 

 
“ Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian 

keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki 
kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti 
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/ 
Satuan Kerja Perangkat Daerah/Akuntan Publik Tersertifikasi 
tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan mengaudit 
pengelolaan keuangan negara, yang hasilnya dapat dijadikan dasar 
mentukan ada tidaknya kerugian keuangan Negara. Hakim 
berdasarkan fakta persidangan dapat juga menilai adanyakerugian 
dan besarannya kerugian keungan Negara. 

14 
  

 

 
18. Bahwa selain daripada itu, berpedoman pada ketentuan peraturan 

perundang-undangan Tim Ahli Politeknik Negeri Kupang tidak memiliki 
kewenangan untuk menyatakan atau mendeklarasikan adanya kerugian 
keuangan negara. Sebaliknya lembaga negara yang berwenang adalah 
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan Pasal 23 ayat (5) Undang-
Undang Dasar 1945 Jo. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 15 
Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); -------------------- 

19. Bahwa merujuk pada landasan Yuridis dan Fakta hukum diatas, oleh 
karena Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka menggunakan 
hasil perhitungan atau didasarkan Tim Ahli Politeknik Negeri Kupang 

Nomor Tanggal 11 November 2024 yang dilarang oleh ketentuan 
Peraturan Perundang-undangan serta tidak berstatus sebagai Akuntan 
Publik Tersertifikasi, maka hasil Perhitungannya tidak dikualifisir sebagai 
Alat Bukti, karenanya Penetapan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak 
cukup bukti oleh karenanya menurut hukum harus dinyatakan Tidak Sah; - 

 
D. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA BERDASARKAN 

HASIL PENGEMBANGAN PENYIDIKAN DARI TERSANGKA 

YUSTINUS MAHU DAN TERSANGKA MAKSIMILIANUS 
HARYATMAN; -------------------------------------------------------------------------- 

 
1. Bahwa berdasarkan yurispudensi berupa Putusan Perkara Pra Peradilan 

Nomor : 04 / Pid.Pra / 2017 / PN.KPG Tanggal 10 Mei 2017 dengan 
Pemohon atas nama Freddy Handinata Ongkosaputra dan Termohon 
Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara 
Timur, menetapkan kaidah hukum bahwa Bukti-bukti yang diperoleh 

berdasarkan hasil pengembangan Penyidikan tidak dapat dijadikan 

sebagai alat bukti/dasar petunjuk perbuatan pidana yang dilakukan 
oleh Pemohon sebelum ditetapkan sebagai Tersangka. Tetapi harus 
mengumpulkan bukti-bukti baru yang terang untuk menemukan tindak 
pidana yang dilakukan oleh Pemohon sebelum ditetapkan sebagai 
Tersangka. ----------------------------------------------------------------------------- 

2. Bahwa sesuai fakta hukum, terungkap bahwa bukti-bukti yang dijadikan 
sebagai alat bukti untuk dan atau dasar petunjuk perbuatan pidana yang 
dilakukan oleh Pemohon dalam perkara ini adalah bukti-bukti untuk 
penetapan YUSTINUS MAHU dan MAKSIMILIANUS HARYATMAN 
sebagai Tersangka, halmana diakui oleh Termohon dalam Jawabannya pada 
halaman 9 permohonan terdahulu dan pula diperoleh di luar proses 
penyidikan dalam rangka menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, ---------- 

3. Bahwa sesuai fakta hukum tersebut, maka terbukti bahwa alat bukti dalam 
rangka penetapan pemohon sebagai tersangka adalah alat bukti hasil 

pengembangan penyidikan dari tersangka YUSTINUS MAHU dan 
tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN; oleh karena itu tidak 

sah sebagai dasar yang sah untuk menetapkan Pemohon baik sebagai 
15 

  

 

Tersangka maupun utnuk menahan Pemohon karena bertentanagan 
dengan ketentuan hukum yang berlaku. ---------------------------------------- 

 

E. MENARIK PEMOHON IKUT SERTA BERTANGGUNG JAWAB ATAS 
BELANJA INSTALASI PENGOLAHAN SAMPAH NON ORGANIK 
PADA PT. MMI PADA TAHUN ANGGARAN 2019 ADALAH 
BERTENTANGAN DENGAN ASAS DAN KETENTUAN HUKUM 
YANG BERLAKU . --------------------------------------------------------------------- 
 
1. Bahwa Pemohon tidak berkedudukan sebagai Pengurus PT. Manggarai 

Multi Investasi yang mengandung Keuangan Daerah, baik selaku Pemegang 
saham , komisaris maupun direksi. ------------------------------------------------- 

2. Bahwa hubungan hukum antara Pemohon (CV Patrada) dengan 
PT.Manggarai Multi Investasi adalah hubungan Keperdataan dalam konteks 
Perjanjian Pembelian Barang Dagangan sebagaimana tertuang dalam Surat 
Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019; --------------------------------------- 

3. Bahwa oleh karena Pemohon tidak berkedudukan sebagai Pemegang saham 
,komisaris maupun direksi pada PT. MMI, maka Pemohon tidak mempunyai 
kewenangan hukum dalam titel hukum apapun atas Belanja Instalasi 
Pengolahan Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran 
2019. ------------------------------------------------------------------------------------ 

4. Bahwa asas hukum : Nemmo comodum capere potest de injuria suapropria, 
menentukan bahwa “ tidak seorangpun boleh dirugikan oleh penyimpangan 
dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain “.------------------------------- 

5. Bahwa sesuai asas hukum tersebut, penyimpangan dan pelanggaran yang 
dilakukan oleh Direksi PT. MMI dalam Belanja Instalasi Pengolahan 
Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran 2019, tidak 
boleh merugikan kepentingan Pemohon yang hanya bertindak sebagai Pihak 
Pembeli Barang dagangan belaka. -------------------------------------------------- 

6. Bahwa sesuai Surat Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019, telah 
disepakati pula bahwa jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian 
tersebut akan diselesaikan secara musyawarah-mufakat ; ----------------------- 

7. Bahwa Perjanjian Pembiayaan tanggal 2 Juli 2019 tidak jadi terlaksana oleh 
karena barang yang disediakan oleh PT. MMI tidak sesuai dengan 
Spesifikasi ; ---------------------------------------------------------------------------- 

8. Bahwa berdasarkan alasan terurai di atas dapatlah disimpulkan bahwa 
menarik Pemohon ikut serta bertanggung jawab atas Belanja Instalasi 
Pengolahan Sampah Non Organik Pada PT. MMI Pada Tahun Anggaran 
2019 adalah tidak relevan dan bertentangan dengan Asas dan ketentuan 
Hukum Yang berlaku oleh karena Pemohon sama sekali tidak turut serta 
dalam pengelolaan keuangan PT . MMI yang mengadung unsure keuangan 
daerah. ---------------------------------------------------------------------------------- 
  

16 
  

 

F. PENETAPAN TERSANGKA DAN PENAHANAN ATAS DIRI 
PEMOHON BERTENTANGAN DENGAN INSTRUKSI JAKSA AGUNG 
REPUBLIK INDONESIA. ------------------------------------------------------------- 
 
1. Bahwa berdasarkan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 8 

Tahun 2023 Tentang Optimalisasi Penanganan Perkara Tindak Pidana 
Khusus menetapkan Kaidah hukum bahwa: --------------------------------------- 
 
Dalam rangka mengoptimalkan penanganan perkara tindak pidana khusus 
guna terwujudnya penanganan perkara yang professional, akuntabel, efektif, 
efisien dan taat asas dengan ini menginstrusikan untuk: 

 
Melaksanakan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Khusus sesuai dengan 
hukum acara pidana, yaitu : 

 
Diktum Kedua Angka 3 (Tiga) : 
 
Dalam Hal Tersangka Lebih Dari 1 (Satu) orang dan berkas perkaranya 
dipisah (Splitzing) maka untuk tipa perkaranya diterbitkan surat perintah 
penyidikan, diikuti dengan penetapan tersangka .  
 
Diktum Ketiga : 
 
Memastikan setiap pemisahan berkas perkara (Splitzing) sebagaimana 
dimaksud dictum kedua angka 3 dilakukan secara cermat dan efeketif 
berdasarkan pada kaidah dan asas hukum. 
 

2. Bahwa sesuai Surat Penetapan Tersangka, Pemohon ditetapkan sebagai 
Tersangka didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Kepala 

Kejaksaan Negeri Manggarai Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024 
Tanggal 01 Juli 2024 Jo. Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 
Agustus 2024 Jo. Print-548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 
2024 Jo. Print-629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024. 
Sedangkan sesuai Surat Penetapan Tersangka, untuk Tersangka YUSTINUS 
MAHU Dan Tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN juga disarkan 
pada Surat Perintah Penyidikan yang SAMA yakni : Surat Perintah 

Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Nomor : Print-
354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli 2024 Jo. 
Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024; ----------------------- 

3. Bahwa sesuai dengan ketentuan hukum diatas, seharusnya dalam rangka 
tindakan penyidikan, Termohon menerbitkan surat perintah penyidikan yang 
berbeda mengingat berkas perkara PEMOHON dengan Tersangka 

17 
  

 

YUSTINUS MAHU Dan Tersangka MAKSIMILIANUS HARYATMAN 
dilakukan secara terpisah (Splitzing) ; ---------------------------------------------- 

4. Bahwa fakta-fakta terurai di atas membuktikan bahwa Tindakan Termohon 
terkait Penyidikan atas diri Pemohon dan selanjutnya menetapkan Pemohon 
sebagai Tersangka patut dikualifisir menurut Hukum sebagai Cacat Yuridis, 
sehingga oleh karenanya Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan 
Negeri Manggarai Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli 
2024 Jo. Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024 menjadi tidak sah dan 
tidak mempunyai kekuatan hukum –------------------------------------------------ 
 

V. KESIMPULAN ; ---------------------------------------------------------------------------
-- 

 
Bahwa berdasarkan semua uraian di atas Penetapan TERSANGKA oleh 
TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh 
TERMOHON. Sehingga TERMOHON terikat pada aturan-aturan hukum namun 
faktanya : -------------------------------------------------------------------------------------- 

 
1. Bahwa penyidikan atas diri Pemohon tanpa adanya SPDP ; -------------------- 
2. Bahwa alat bukti berupa keterangan saksi-saksi untuk menetapkan Pemohon 

sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh diluar tahap 
penyidikan ; ---------------------------------------------------------------------------- 

3. Bahwa alat bukti berupa keterangan ahli untuk menetapkan Pemohon 
sebagai Tersangka dan untuk menahan Pemohon diperoleh diluar tahap 
penyidikan; ----------------------------------------------------------------------------- 

4. Bahwa alat bukti berupa keterangan saksi-saksi dan keterangan ahli yang 
dijadikan dasar hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan 
untuk menahan Pemohon secara formil cacat hukum dan tidak sah sebagai 
alat bukti ; ------------------------------------------------------------------------------ 

5. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan penahanan atas diri 
Pemohon adalah tidak sah, cacat formil dan tidak berdasarkan hukum ; ------ 

6. Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan Penahanan atas diri 
Pemohon, tidak didasarkan pada 2 (dua ) alat bukti permulaan yang cukup; 

7. Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan Penahanan atas diri 
Pemohon bertentangan dengan asas Nemmo comodum capere potest de 
injuria suapropria : tidak seorangpun boleh dirugikan oleh penyimpangan 
dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain ; -------------------------------- 

8. Bahwa penyidikan atas diri Pemohon dilakukan tidak sesuai dan 
bertentangan dengan ketentuan Hukum Acara pidana yang berlaku. ---------- 

9.  Bahwa TERMOHON telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan 
menahan Pemohon secara sewenang-wenang , tidak sesuai dan bertentangan 
dengan prosedur hukum Acara Pidana yang berlaku ; sehingga oleh karena 
itu penetapan TERSANGKA atas diri PEMOHON dan penahanan atas diri 

18 
  

 

Pemohon haruslah dinyatakan TIDAK SAH DAN TIDAK MEMPUNYAI 
KEKUATAN HUKUM MENGIKAT. --------------------------------------------- 

10. Bahwa oleh karena Tindakan Penyidikan oleh Termohon bertentangan 
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 t maka 
Penyidikan a quo haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai 
kekuatan hukum mengikat maka TERMOHON haruslah diperintahkan 
untuk menghentikan seluruh proses Penyidikan yang dilakukan oleh 
TERMOHON atas diri PEMOHON; ----------------------------------------------- 

11. Bahwa tindakan dari TERMOHON telah merusak harkat dan martabat 
PEMOHON maka TERMOHON harus diperintahkan untuk memulihkan 
hak hukum Pemohon pada harkat dan martabat semula; ------------------------ 

 
VI. PERMOHONAN; ----------------------------------------------------------------------------- 

 
Bahwa berdasarkan segala sesuatu alasan terurai di atas, Pemohon memohon agar 
Pengadilan Negeri Ruteng berkenan mengadili dan memutuskan perkara 
praperadilan ini dengan amar putusan berbunyi : ----------------------------------------- 
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk 

seluruhnya; --------------------------------------------------------------------------------- 
2. Menyatakan Penyidikan terhadap Pemohon adalah Tidak Sah; --------------------- 
3. Menyatakan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi adalah Tidak Sah. --------- 
4. Menyatakan alat bukti Surat berupa Keterangan Ahli Perhitungan Kerugian 

Keuangan Negara adalah tidak sah; ----------------------------------------------------- 
5. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai 

Nomor : Print-354/N.3.17/Fd.1.07/2024 Tanggal 01 Juli 2024 Jo. 
Print.410/N.3.17/Fd.1/08/2024 Tanggal 01 Agustus 2024 Jo. Print-
548/N.3.17/Fd.1/10/2024 Tanggal 03 Oktober 2024 Jo. Print-
629/N.3.17/Fd.1/11/2024 Tanggal 22 November 2024 adalah Tidak sah; -------- 

6. Menyatakan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dengan sangkaan 
melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 
Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi Jo. 
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang 
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah 
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 TentangTindak Pidana Korupsi 
Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas 
hukum; -------------------------------------------------------------------------------------- 

7. Menyatakan Penahanan Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas 
hukum dan oleh karenanya penahan tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan 
hukum mengikat; -------------------------------------------------------------------------- 

8. Memerintahkan Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari tahanan; - 
9. Memulihkan harkat dan Martabat Pemohon pada kedudukan semula; ----------- 
10. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan 

hukum yang berlaku ; --------------------------------------------------------------------- 
 

19

Pihak Dipublikasikan Ya